1.ABU BAKAR RA
Abu Bakar bin Abu Quhafah, turunan
bani Taim bin Murrah, bin Kaab, bin Luai, bin Kalb Al-Qurasyi. Pada Murrah bertemulah
nasabnya dengan Rasul. ibunya Ummul Khair Salma binti Sakhr bin Anrir, turunan Taim
bin Murrah juga . Dia lahir pada tahun kedua dari tahun gajah, jadi dua tahun lebih
tua Rasulullah daripadnya. Sejak mudanya telah masyhur budinya yang tinggi dan perangai-
nya yang terpuji. Dia sanggup menyediakan segala bekal rumah- tangganya dengan usahanya
sendiri. Sebelum Rasulullah diutus, persahabatan mereka telah karib juga.
Tatkala telah ditetapkan beliau menjadi
Nabi, maka Abu Bakarlah laki-laki dewasa yang mula-mula sekali mempercayainya. Rasulullah
paling sayang dan cinta kepada sahabatnya itu, kerana dia adalah sahabat yang setia
dan hanya satu-satunya orang dewasa tempatnya mesyuarat di waktu pejuangan dengan
kaum Quraisy sangat hebatnya. Tiap-tiap orang besar mempunyai kelebihan sendiri,
yang akan diingat orang bila menyebut namanya. Abu Bakar masyhur dengan kekuatan
kemahuan, kekerasan hti, pemaaf tetapi rendah hati, dermawan dan berani bertindak
lagi cerdik.
Di dalam mengatur pemerintahan, meskipun tidak lama, masyhur siasatnya
yang mempunyai semboyan keras tak dapat dipatahkan, lemah lembut tetapi tak dapat
disenduk. Hukuman belum dijatuhkan sebelum pemeriksaan memuaskan hatinya, sebab
itu diperintahkan- nya kepada wakil-wakilnya di tiap-tiap negeri supaya jangan tergesa-gesa
menjatuhkan hukum.
Salah menghukum seseorang hingga tidak
jadi terhukum, lebih baik daripada salah hukum yang menyebabkan yang tidak bersalah
sampai terhukum. Meskipun sukar hidupnya, pantang benar baginya mengadukan halnya
kepada orang lain.
Tidak ada orang yang tahu kesusahan hidupnya, kecuali beberapa orang sahabatnya
yang karib yang senantiasa memperhatikan dirinya, sebagai Umar. Setelah dia diangkat
menjadi Khalifah, beberapa bulan dia masih rneneruskan pemiagaannya yang kecil itu.
Tetapi kemudian ternyata rugi, sebab telah menghadapi urusan negeri sehingga dengan
permintaan orang banyak, pemiagaan itu iberhentikannya dan dia mengambil kadar belanja
tiap hari daripada wang negara. Jadi Khalifah Rasulullah memegang dua jabatan, pertama
menyampaikan kewajiban sebagai seorang pendakwah. Kedua bartindak selaku ketua kaum
Muslimin. Kewajiban pertama telah selesai seketika dia menutup mata, tetapi kewajiban
yang kedua, menurut partimbangan kaum Muslimin ketika itu perlu disambung oleh
yang lain, kerana suatu umat tidak dapat tersusun persatuannya kalau mereka tidak
mempunyai pemimpin. Sebab itu perlu ada gantinya (khalifahnya).
Belum lagi Rasulullah dikebumikan, telah timbul dua macam pendapat. Pertama ialah
menentukan pangkat Khalifah itu di antara kaum keluarga Rasulullah yang terdekat.Pendapat
pertama ini terbagi dua pula. Pertama rnenentukan pangkat Khalifah itu dalam persukuan
Rasulullah. Kedua hendaklah ditentukan di dalam rumahtangganya yang sekarib-karibnya.
Di waktu dia menutup mata adalah orang yang paling karib kepadanya saudara ayahnya;
Abbas bin Abdul Muttalib dan anak saudara ayahnya Ali dan Aqil, keduanya anak Abu
Thalib. Kelebihan Ali daripada Abbas dan Aqil ialah kerana dia menjadi menantu pula
dari Rasulullah, suami dari Fatimah. Kelebihan Abbas ialah dia waris yang
paling dekat kepada beliau. Artinya jika sekiranya tidaklah ada beliau meninggalkan
anak dan isteri, maka Abbas itulah yang akan menjadi ashabah (waris yang menerima
sisa harta) yakni kalau harta Rasulullah boleh diwariskan.
Pendapat kedua: Khalifah hendaklah orang
Ansar. Setelah Rasulullah wafat, berkumpulah kepala-kepala kaurn Ansar di dalam
sebuah balairung kepunyaan bani Saidah, balk Ansar pihak Aus mahupun Ansar dari
persukuan Khazraj. Maksud mereka hendak memilih Saad bin Ubadah menjadi Khalifah
Rasulullah, sebab dialah yang paling terkedahapan dari pihak kaum Ansar ketika itu.
Apa lagi Saad sendiri telah berpidato kepada mereka yang menganjurkan bagaimana
keutamaan dan kemuliaan kaum Ansar, terutama dalam membela Rasulullah dan mempertahankan
agama Islam, sehingga beroleh gelar Ansar, artinya pembela, tidak ada orang
lain yang berhak menjabat pangkat itu melainkan Ansar. Perkataannya itu sangat mendapat
perhatian dari hadirin, semuanya setuju. Tetapi salah seorang di antara yang hadir
bertanya: Bagaimana kalau saudara-saudara kita orang Quraisy tidak setuju, dan sekiranya
mereka kemukakan alasan bahwa merekalah kaum kerabat yang karib dan ahli negerinya,
apa jawab kita? Seorang Ansar menjawab saja dengan cepat: Kalau mereka tidak setuju,
lebih baik kita pilih saja seorang Amir dari pihak kita dan mereka pun memilih pula
Amir dari pihaknya, dan kita tidak mahu dengan aturan yang lain.
Saad membantah sangat pendapat itu, dia berkata: Itulah pangkal kelemahan. Berita
permesyuaratan itu lekas sampainya kepada orang-orang besar dalam Muhajirin, sebagai
Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah dan lain-lain. Sebentar itu juga dengan segera mereka
pergi ke balairung itu. Baru saja sampai Abu Bakar terus berpidato: Allah Taala
telah memilih Muhammad menjadi RasulNya, membawa petunjuk dan kebenaran. Maka diserunyalah
kita kepada Islam, dipegangnya ubun-ubun kita semuanya dan dipengaruhinya baiat
kita. Kamilah kaum Muhajirin yang mula-mula memeluk Islam, kamilah keluarga Rasulullah,
dan kamilah pula suatu kabilah yang boleh dikatakan menjadi pusat perhubungan semua
kabilah di Tanah Arab ini, tidak ada satu kabilah pun yang tidak ada perhubungannya
dengan kami. Dan kamu pula, kamu mempunyai kelebihan dan keutamaan. Kamu yang membela
dan menolong kami, kamulah wazir-wazir besar kami di dalam pekeriaan besar agama
ini, dan wazir Rasulullah, kamulah saudara kandung kami di bawah lindungan Kitabullah,
kamu kongsi kami dalam agama, baik di waktu senang apa lagi di waktu susah. Demi
Allah, tidak ada kebaikan yang kami dapati, melainkan segala kebaikan itu kamu
pun turut menanamnya. Kamulah orang yang paling kami cintai, paling kami muliakan,
dan orang-orang yang paling patut takluk kepada kehendak Allah mengikut akan suruhNya.
Janganlah kamu dengki kepada saudara kamu kaum Muhajirin, sebab kamulah sejak dahulunya
orang yang telah sudi menderita susah lantaran membela kami. Saya percaya sungguh,
bahwa haluan kamu belum berubah kepada kami, kamu masih tetap cinta kepada Muhajirin.
Saya percaya sungguh, bahwa nikmat yang telah dilebihkan Tuhan kepada Muhajirin
ini tidak akan kamu hambat, saya percaya sungguh bahwa kamu tidakkan dengki atas
ini: Sekarang saya serukan kamu memilih salah seorang daripada yang berdua ini,
iaitu Abu Ubaidah atau Umar, keduanya saya percaya sanggup memikulnya, dan keduanya
memang ahlinya. Setelah selesai pidato Abu Bakar itu, maka berdirilah Khabbab
bin Al-Munzir berpidato pula:Wahai sekalian Ansar, pegang teguh hakmu, seluruh manusia
di pihakmu dan membelamu, seorang pun tidak ada yang akan berani melangkahi hakmu,
tidak akan diteruskan orang suatu pekerjaan, kalau kamu tak campur di dalam. Kamu
ahli kegagahan dan kemuliaan, kaya dan banyak bilangan, teguh dan banyak pengalaman,
kuat dan gagah perkasa. Orang tidak akan melangkah ke muka sebelum melihat gerak
kamu. Kamu jangan berpecah, supaya maksud kita jangan terhalang. Kalau mereka tidak
hendak memperhatikan iuga, biarlah mereka beramir sendiri dan kita beramir sendiri
pula.
Mendengar itu Umar lalu menyambung pembicaraannya: Jangan, itu sekali-kali jangan
disebut: Tidak dapat berhimpun dua kepala dalam satu kekuasaan. Khabbab berdiri
kembali:Sekalian Ansar! Pegang teguh hakmu jangan undur, jangan didengarkan cakap
orang ini dan kawan- kawannya, lepas hakmu kelak. Hebat sekali pertentangan Umar
dengan Khabbab. Dengan tenang Abu Ubaidah tampil ke muka dan berkata: Kaum Ansar!
Ingatlah bahwa kamu yang mula-mula menjadi pembela dan penolong, rnaka ianganlah
kamu pula yang mula-mula menjadi pemecahan dan penukar. Dengan tangkas Basyir
bin Saad tampil ke muka, dia seorang yang terpandang dalam golongan Ansar dari Aus:
Wahai kaum Ansar, memang, demi Allah, kita mempunyai beberapa kelebihan dan keutamaan,
di dalam pejuangan yang telah ditempuhi oleh agama ini. Tetapi ingatlah, pekerjaan
besar itu kita lakukan bukanlah lantaran mengharap yang lain, hanyalah semata-mata
mengharapkan redha Allah dan taat kepada Nabi kita, untuk penunjukan diri kita masing-masing
kepada Tuhan! Sebab itu tidaklah patut kita me- manjangkan mulut menyebut-nyebut
jasa itu kepada manusia, jangan diambil menyebut-nyebut jasa itu untuk peningkat
dunia. Ingatlah bahwa Allah telah memberi kita kemuliaan dan pertolongan bukan sedikit.
Ingat pula bahwa Muhammad itu terang dari Quraisy, kaumnya lebih berhak menjadi
penggantinya mengepalai kita. Demi Allah, saya tidak mendapat satu jalan untuk menentang
mereka pada pekejaan yang telah terang ini. Takutlah kepada Allah, jangan bertingkah
dengan saudara-saudara kita Muhajirin, jangan berselisih! Majlis tenang!
Ketika itu berkatalah Abu Bakar: Ini ada Abu Ubaidah dan Umar, pilihlah mana di
antara keduanya yang kamu sukai dan baiatlah! Dengan serentak keduanya membantah:Tidak,
tidak. Demi Allah, kami tidak akan mahu menerima pekerjaan besar ini selama engkau
masih ada, engkaulah orang Muhajirin yang lebih utama, engkaulah yang berdua saja
dengan dia di dalam gua ketika terusir, engkaulah yang ditetapkannya menjadi gantinya
sembahyang seketika dia sakit, ingatlah bahwa sembahyang itu seutama-utama agama
orang Islam! Siapakah yang akan berani melangkahimu dan memegang pekerjaan
ini…? Tadahkan tanganmu, kami hendak membaiatkan engkau!
Lalu Umar mengambil tangannya dan membaiatnya,
setelah itu mengikut Abu Ubaidah, diiringi oleh Basyir bin Saad. Basyir dari golongan
Ansar persukuan Aus, Saad bin Ubadah dari persukuan Khazraj, Aus jauh lebih kecil
persukuannya daripada Khazraj. Kalau sekiranya jadi pekerjaan Khalifah diberikan
kepada Ansar, tentu Aus selamanya tidak juga akan mendapat giliran kerana kecilnya.
Ini kelak akan mendatangkan fitnah juga dalam negeri Madinah, menimbulkan permusuhan
zaman jahiliyah. Inilah yang ditimbang oleh Basyir ketika berpidato itu. Demi melihat
Basyir membaiat, maka berduyun-duyunlah anggota Aus yang lain mem- baiat Abu Bakar.
Melihat itu, maka anggota-anggota Khazraj pun telah terpengaruh pula oleh.semangat
pertemuan itu, kesemuanya tampil ke muka membaiat Khalifah yang tercinta itu, sehingga
Abu Ubaidah yang duduk bersandar ke dinding kerana tidak boleh berdiri lantaran
demam, hampir terpijak. Adapun Ali bin Abu Thalib, ia tidak hadir di situ, lantaran
sedang menjaga jenazah Rasulullah, dan ketidak-hadirannya itu menjadi alasan pula
baginya untuk tidak turut membaiat. Melihat ramai pihak yang telah datang berduyun-duyun
membaiat Abu Bakar, maka bani Hasyim pun tidaklah dapat mengelakkan diri lagi, apalagi
setelah mereka mengerti bahwa khalifah itu bukanlah sama dengan pangkat kenabian.
Insaflah mereka bahwa perkara ini bukan
perkara urusan keluarga, tetapi urusan siapakah orang yang paling mulia di sisi
Nabi, padahal mereka semuanya memang mengakui akan keutamaan Abu Bakar Apakah lagi
suatu kelebihan yang lebih utama daripada meniadi wakil Rasulullah bersembahyang
di waktu sakitnya. Kalau Rasulullah sendiri telah percaya kepadanya dalam urusan
dunia, iaitu memerintah umat, Ali sendiri pun akhimya mem- baiatnya juga, iaitu
beberapa waktu setelah wafat isterinya Fatimah binti Rasulullah itu.
Pidato Abu Bakar
Setelah selesai orang membaiat itu, Abu Bakar pun berpidatolah, sebagai sambutan
atas kepercayaan orang banyak kepada dirinya itu, penting dan ringkas:Wahai manusia,
sekarang aku telah menjabat pekerjaan kami ini, tetapi bukanlah aku orang yang lebih
baik daripada kamu. Maka jika aku lelah berlaku baik dalam jabatanku, sokonglah
aku. Tetapi kalau aku berlaku salah, tegakkanlah aku kembali. Kejujuran adalah suatu
amanat, kedustaan adalah suatu khianat. Orang yang kuat di antara kamu, pada sisiku
hanyalah lemah, sehingga hak si lemah aku tarik daripadanya. Orang yang lemah di
sisimu, pada sisiku kuat, sebab akan ku ambilkan daripada si kuat akan haknya, Insya
Allah. Janganlah kamu suka menghentikan jihad itu, yang tidak akan ditimpa kehinaan.
Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan RasulNya. Tetapi kalau aku langgar
perintahNya, tak usahlah aku kamu taat dan ikut lagi. Berdirilah sembahyang, moga-
moga rahmat Allah meliputi kamu.
Tentera Usamah
Bukanlah urusan baiat yang sulit itu saja bahaya yang menimpa umat Islam sewafat
Rasulullah. Tetapi baru saja tersiar khabar kematian itu ke seluruh benua Tanah
Arab bergeraklah orang-orang munafik yang hendak mencari keuntungan diri sendiri,
timbullah golongan kaum murtad dan Nabi-nabi palsu, semuanya hendak memberontak
melepaskan diri daripada persatuan Islam yang baru tegak itu. Sedang kaum Muslimin
sendiri ketika itu di dalam susah besar dan kemasyghulan lantaran kematian Nabi.
Kaum pemberontak itu baru saja memeluk
Islam, mereka belum tahu hakikat agama, masuknya ke agama hanya dipengaruhi gerakan
ramai, dan segan kepada kekuasaan Nabi. Tentu saja setelah Nabi wafat mereka hendak
belot. Ada satu golongan pula yang sudi mendirikan sembahyang, tetapi tidak hendak
mengeluarkan zakat lagi. Demikian besar bahaya yang sedang mengancam, sedikit
pun tidak kelihatan perubahan muka Abu Bakar. Ada orang mengatakan kepadanya supaya
orang-orang yang tidak sudi mengeluarkan zakat itu tak usah diperangi, kerana mereka
masih sudi sembahyang. Tetapi dengan tegas beliau berkata: Tidak, penderhaka
yang hendak memperbedakan sembahyang dengan zakat itu mesti kuperangi juga, walau
saya akan dihambat dengan ikatan sekalipun. Tetapi sebelum mengatur persiapan memerangi
pemberontak- pemberontak itu, Abu Bakar lebih dahulu hendak menyempurnakan angkatan
perang di bawah pimpinan Usamah yang usianya masih terlalu muda, baru kira-kira
17 tahun. Dia diangkat oleh Rasulullah menjadi kepala perang, tetapi pejalanannya
diundurkan lantaran kematian Rasulullah. Banyak ketua-ketua Quraisy menjadi perajurit
di bawah perintahnya. Demi setelah Rasulullah wafat, Umar meminta supaya pengiriman
Usamah itu diundurkan saja kerana banyak yang lain yang lebih penting, atau tukar
dengan kepala tentera yang lebih tua. Dengan gagah dia mendekati Umar dan menunjukkan
kuasa dan kekerasannya kepada sahabatnya itu: Celaka engkau, wahai anak si Khattab,
Rasulullah sendiri yang mengangkat dia, belum lama lagi dia terkubur, engkau menyuruh
saya mengubah perintahnya? Pemberangkatan Usamah itu dilangsungkan juga. Dia pergi
ke tempat perhentian perajurit Usamah untuk melepaskan mereka. Ketika dia memberikan
pesannya yang penting-penting kepada Usamah, Usamah di atas kenderaannya dan beliau
berjalan kaki. Biarlah hamba turun ke bawah dan paduka naik ke atas kenderaan ini,
kata Usamah. Tidak, jawab beliau, Belumlah akan mengapa jika kakiku kena debu beberapa
saat di dalam menegakkan jalan Allah. Setelah itu dimintanya kalau boleh Usamah
mengizinkan Umar tinggal di Madinah, tidak jadi pergi berperang, kerana Umar perlu
benar baginya untuk teman di dalam mengatur siasat negeri. Maka permintaan itu dikabulkan
oleh Usamah.
Tidaklah mahu Khalifah itu memerintahkan kepada ketua perang yang telah diserahinya
pimpinan itu supaya Umar jangan dibawa, melainkan dimintanya. Ketika mereka akan
berangkat itu beliau berpidato: Jangan khianat, jangan mungkiri janji, jangan dianiaya
bangkai musuh yang telah mati, jangan dibunuh anak-anak, orang kua dan perempuan.
Jangan dipotong batang kurma, jangan dibakar dan jangan di-tumbangkan kayu-kayuan
yang berbuah, jangan disembelihi saja kambing, sapi dan unta, kecuali sekadar akan
dimakan. Kalau kamu bertemu dengan suatu kaum yang telah menyisihkan dirinya di
dalam gereja-gereja hendaklah dibiarkan saja.
Jika engkau bertemu dengan suatu kaum
yang bercukur tengah-tengah kepalanya dan tinggal tepinya sebagai lingkaran, hendaklah
perangi! Kalau diberi orang makanan hendaklah bacakan nama Allah seketika memakannya.
Hai Usamah, berbuatlah apa yang diperintahkan Nabi kepadamu di negeri Qudhaah itu,
dan jangan engkau lalaikan sedikit pun perintah-perintah Rasulullah. Setelah dilepaskan
tentera itu di Jaraf, beliau kembali ke Madinah. Usamah pun berangkat dikepungnyalah
negeri Qudhaah itu, empat puluh hari lamanya pertempuran hebat dengan musuh, maka
dia pun kembali dengan kemenangan. Tentera ke Qudhaah ini bukan sedikit memberi
kesan kepada musuh-musuh yang lain, timbul perkataan, kalau sekiranya kaum Muslimin
tidak mempunyai ke- kuatan, tetu mereka tidak akan mengirim tentera ke negeri Qudhaah
lebih dahulu sebelum menaklukkan yang lain. Akan huru-hara di segala pihak yang
telah ditimbulkan oleh kaum murtad itu, yang agaknya bagi orang lain boleh mendatangkan
kekusutan fikiran, oleh beliau ditunggu saja dengan tenang ketika yang balk. Ditunggunya
Usamah pulang, kerana di sana terletak sebahagian besar kekuatan. Setelah kembali
dengan kemenangan- nya, maka Usamah dan tenteranya disuruhnya istirahat, kerana
beliau hendak menyelesaikan lebih dahulu kekusutan yang ditimbulkan oleh kaum Absin
dan Dhabyaan di luar Madinah, yang mencuba hendak memberontak pula. Pimpinan kota
Madinah diserahkan kepada yang lain dan beliau sendiri pergi menaklukkan kedua kaum
itu kembali, hingga tunduk. Setelah itu barulah diatumya tentera untuk mengalahkan
kaum-kaum perusuh pemberontak itu. Tentera itu disuruh ke Dzul Qisah, kira-kira
10 batu dari Madinah, menghadap ke Najd. Di sanalah dibaginya 11 buah bendera kepada
11 orang kepala perang:
1. Kepada Khalid bin Al-Walid, pergi
memerangi Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi di negeri Bazaakhah. Kalau telah selesai
di sana, teruskan mengalahkan Malik bin Nuwairah di negeri Batthaah.
2. Ikrimah bin Abu Jahal, memerangi Musailamah
di Yamamah.
3. Di belakang Ikrimah disusuli oleh
tentera Syurahbil bin Hasanah.
4. Al-Muhajir bin Abu Umaiyah ke Yaman,
mengalahkan Al-Aswad Al-Ansi.
5. Huzaifah bin Mihsan mengalahkan negeri
Daba di Uman.
6. Arfajah bin Hartsamah ke negeri Muhrah.
7. Suwaid bin Mukrin ke Ti~Mmah di Yaman.
8. Al-Ala bin Al-Hadhramiy ke negeri
Bahrein.
9. Thuraifah bin Hajiz ke negeri
bani Sulaim dan Hawazin.
10. Amru bin Al-Ash ke negeri Qudhaah.
11. Khalid bin Said ke tanah-tanah tinggi
Syam.
Dengan hati yang teguh dan kesetiaan
kepala-kepala perang itu, di dalam masa yang tidak berapa lama, seluruh pemberontakan
dan huru-hara itu, yang ditimbulkan oleh beberapa orang yang mengakui dirinya jadi
Nabi, atau yang hendak mencari keuntungan diri, me- mecahkan persatuan agama, telah
dapat disapu bersih, itulah salah satu daripada kemuliaan yang tak dapat dilupakan
oleh tarikh tentang diri Khalifah Rasulullah itu.
Menaklukkan Parsi
Setelah selesai huru-hara di dalam negeri itu, Mhalifah Rasulullah menghadap ke
luar negeri, menaklukkan negeri Parsi. Untuk itu telah diangkatnya kepala perang
besar yang masyhur Saifullah Khalid bin Al-Walid. Kalau kelak maksud ini berhasil,
perjalanan boleh di- teruskannya ke batas-batas Hindustan. Untuk pembantunya diangkat
Iyadh bin Ghanam, masuk dari utara Iraq. Penyerang Khalid telah berhasil masuk di
negeri Parsi, sejak dari pinggir sungai Fblrat, sampai ke Ubullah, melinkungi Syam,
Iraq dan Jazirah, demikian juga sebelah timur sungai Furat. Di beberapa tempat pahlawan
besar itu telah bertempur dengan tentera-tentera Parsi, Rumawi dan Arab yang masih
belum masuk kepada persatuan besar ini. Namanya kian menakutkan musuh. Namanya lebih
dakulu telah menggegarkan tempat yang belum dimasukinya. Kalau suatu negeri ditaklukkannya,
maka di sana diangkatnya seorang amir yang akan mengatur kharaj (cukai) dari ahli
zimmah. Namanya sangat dipuji oleh musuhnya sebab orang tani dan pertaniannya tidak
pernah digangunya melainkan dipeliharanya. Lantaran itu jikalau dia masuk ke negeri
Arab yang masih di bawah bendera (protectorat) Parsi, orang di sana lebih suka diperintahnya
dan belot dari pemerintahan yang lama, sedang agama tidak diganggu. Sebab orang
Arab di sana memeluk agama Masihi. Kalau terjadi perang landing, menjadi kehinaan
besar baginya kalau perang itu hanya bertegang urat leher dari jauh menghabiskan
tempoh, dia lebih suka kepada permainan pedang, bertanding kepahlawanan, terutama
dengan kepala-kepala kaum itu. Sebab dengan demikian, tempoh perang dapat disingkat-
kan. Temannya Iyadh telah dapat menguasai Daumatul Jandal, sampai ke Iraq. Di Hirah
kedua kepala perang yang gagah itu bertemu.
Menaklukkan Syam
Setelah itu Abu Bakar mengirim surat kepada penduduk Makkah, Thaif, Yaman dan sekalian
negeri Arab, sampai ke Najd dan seluruh Hejaz disuruh bersiap untuk mengatur suatu
bala tentera besar, akan melakukan suatu peperangan yang besar, iaitu menaklukkan
negeri Syam, pusat kerajaan Rumawi pada masa itu. Mendengar seruan itu orang
pun bersiap. Sebagian besar kerana mengharapkan bertempur mempertahankan agama,
dan tentu tidak kurang pula yang mengharapkan harta rampasan. Kata Ath-Thabari:
Tiap-tiap ketua perang itu telah ditentukan tempat tinggal mereka sebelum negeri
itu dimasuki, buat Abu Ubaidah telah ditentukan Hems, buat Yazid bin Abu Sufyan
negeri Damsyik, buat Syurahbil bin Hasanah negeri Urdan (Jordan), buat Amru bin
Al-Ash dan Alqamah bin Al-Munzir negeri Palestin, Kalau telah selesai, maka Alqamah
akan meneruskan perjalanan ke Mesir. Peperangan yang paling masyhur hebat dan besamya
ketika penaklukan Syam itu ialah peperangan Yarmuk, iaitu suatu sungai besar.
Di sanalah orang Rumawi dapat membutikan bahwa musuhnya memang besar dan kekuatan
mereka sendiri tidak ada lagi. Sejak waktu itulah berturut-turut jatuh negeri Quds,
Damsyik, Hems, Humaat, Halab dan lain-lain. Sedianya peperangan ini tidaklah akan
berakhir begitu me- nyenangkan. Kerana telah berhari berpekan peperangan di Yarmuk
itu dilangsungkan, belum juga berakhir dengan balk. Sebab tiap-tiap ketua perang
itu mengendalikan tenteranya sendiri-sendiri, kepala perang besar untuk menyatukan
komando tidak ada. Padahal orang Rumawi telah bermaksud hendak keluar dari benteng
mereka me- lakukan serangan besar-besaran.Waktu iku datanglah Khalid bin Al-Walid
dengan tiba-tiba, yakni setelah selesai melakukan serangan- nya di Parsi. Dia mendapat
surat Khalifah menyuruh lekas pindah ke Rumawi. Setelah tiba di situ dikumpulkannya
kepala-kepala perang dan diadakannya pidato yang berapi-api untuk menaikkan semangat.
Di antara ucapannya:Saya tahu bahwa kamu semua telah dipecah- pecahkan oleh kemegahan
dunia. Demi Allah! Sekarang berhentikanlah itu, degarlah bicaraku! Hendaklah pimpinan
tentera disatukan, sehari si anu, sehari lagi si anu. Hari ini biar saya, besok
salah seorang di antara kamu. Orang-orang itu menerima.
Baru saja tentera berada di bawah pimpinannya,
sudah nampak alamat kemenangan, sehingga besoknya tidak ada yang berani menggantikan
lagi. Begitulah kemenangan telah diperoleh di bawah pimpinan Khalid. Satu cubaan
besar datanglah kepada pahlawan itu seketika perang sangat hebatnya. Surat datang
dari Madinah, menyatakan bahwa Khalifah Rasulullah yang pertama wafat. Sekarang
yang memerintah ialah Umar, bukan Abu bakar lagi. Khalid mesti berhenti memimpin
peperangan, digantikan oleh Abu Ubaidah. Surat itu disimpannya saja sampai peperangan
berhenti, takut tentera akan kacau.
Setelah kalah musuh dan menang kaum Muslimin, barulah dia datang kepada Abu Ubaidah,
mengucapkan salam kepada Amirul- Jaisy (kepala tentera). Dan dengan muka gagah segala
pimpinan diserahkannya, dia tetap menjadi seldadu biasa meneruskan per- tempuran
ke tempat-tempat yang lain. Seketika ditanyai orang, dengan megah pahlawan itu berkata:
Saya berperang bukan lantaran Umar! Laksana Basyir, pahlawan Ansar tempoh hari itu
pula mengatakan ahwa Ansar bertempur bukan mencari megah dunia! Lebih dari
100,000 tentera Rumawi binasa waktu itu.
Wafatnya Abu Bakar
Pada 7 haribulan Jumadil Akhir tahun ketiga belas Hijrah, beliau ditimpa sakit.
Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit itu, wafatlah beliau pada 21 haribulan
Jumadil Akhir tahun 13H, bertepatan dengan tanggal 22 Ogos tahun 634 Masihiyah.
Lamanya memerintah ialah 2 tahun 3 bulan 10 hari. Dikebumikan di kamar Aisyah di
samping makam sahabatnya yang mulia Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam!. www.suaramedia.com
Pada hari-hari terakhir hidupnya,
Khalifah Abu Bakar sibuk bertanya
pada banyak orang."Bagaimana
pendapatmu tentang Umar?" Hampir semua orang menyebut Umar adalah seorang yang keras, namun jiwanya sangat baik. Setelah
itu, Abu Bakar minta Usman bin
Affan untuk menuliskan wasiat bahwa penggantinya kelak adalah Umar. Tampaknya
Abu Bakar khawatir jika umat Islam
akan berselisih pendapat bila ia tak menuliskan wasiat itu. Pada tahun 13
Hijriah atau 634 Masehi, Abu Bakar wafat dan Umar menjadi khalifah. Jika
orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai "Khalifatur- Rasul", kini
mereka memanggil Umar "Amirul Mukminin" (Pemimpin orang mukmin). Umar
masuk Islam sekitar tahun 6 Hijriah. Saat itu, ia berniat membunuh Muhammad
namun tersentuh hati ketika mendengar adiknya,Fatimah, melantunkan ayat Quran.
Selama di Madinah, Umarlah –bersama Hamzah-yang paling
ditakuti orang-orang Quraisy.Keduanya selalu siap berkelahi jika Rasul dihina.
Saat hijrah, ia juga satu-satunya sahabat Rasul yang pergi secara
terang-terangan. Ia menantang siapapun agar menyusulnya bila ingin "ibunya
meratapi, istrinya jadi janda, dan anaknya menangis kehilangan. Kini ia harus
tampil menjadi pemimpin semua. Saat itu, pasukan Islam tengah bertempur sengit
di Yarmuk -wilayah perbatasan dengan Syria. Umar tidak memberitakan kepada
pasukannya bahwa Abu Bakar telah wafat dan ia yang sekarang menjadi khalifah.
Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi pasukan yang tengah melawan kerajaan
Romawi itu.
Di Yarmuk,
keputusan Abu Bakar untuk mengambil markas di tempat itu dan kecerdikan serta
keberanian Khalid bin Walid membawa hasil. Muslim bermarkas di bukit-bukit yang
menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya.
Puluhan ribu pasukanRomawi -baik yang pasukan Arab
Syria maupun yang didatangkan dari Yunani-tewas. Lalu terjadilah pertistiwa
mengesankan itu. Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab
menyebutnya "Jirri Tudur"– ingin menghindari jatuhnya banyak korban.
Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak
Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar.
Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang
motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar
jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius
menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan
salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan
bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di
Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah
Juwariah, putri Abu Sofyan. Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu
Ubaidah sebagai Panglima Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat
mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas
menerima keputusan itu. "saya berjihad bukan karena Umar," katanya.
Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai.
Dengan menggunakan "tangga manusia", pasukan Khalid berhasil menembus
benteng Aleppo. Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke
Konstantinopel, meninggalkan seluruh wilayah Syria yang telah lima abad
dikuasai Romawi.
Penguasa
Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota itu pada
pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak
dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut
dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah
menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur.Lalu Umar dengan bajunya yang
sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai seorang
pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air. Kesederhanaan Umar
itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi kaum GerejaSyria dan
Gereja Kopti-Mesir memang mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi
mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani. Maka, Islam
segera menyebar dengan cepat ke arah Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli,
di bawah komandoAmr bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.
Ke wilayah
Timur, pasukan Saad bin Abu Waqas juga merebut Ctesiphon –pusat kerajaan
Persia,pada 637 Masehi. Tiga putri raja dibawa ke Madinah, dan dinikahkan
dengan Muhammad anak Abu Bakar, Abdullah anak Umar, serta Hussein anak Ali.
Hussein dan istrinya itu melahirkan Zainal Ali Abidin -Imam besar Syiah. Dengan
demikian, Zainal mewarisi darah Nabi Muhammad, Ismail dan Ibrahim dari ayah,
serta darah raja-raja Persia dari ibu. Itu yang menjelaskan mengapa warga Iran
menganut aliran Syiah. Dari Persia, Islam kemudian menyebar ke wilayah Asia
Tengah, mulai Turkmenistan, Azerbaijan bahkan ke timur ke wilayah Afghanistan
sekarang. Banyak Sekali Sifat-sifat teladan yang patut kita contoh dari Seorang
Umar Bin Khatab, Salah satunya adalah, Suatu ketika Umar bin Khattab sedang
berkhotbah di masjid di kota Madinah tentang keadilan dalam pemerintahan Islam.
Pada saat itu muncul seorang lelaki asing dalam masjid , sehingga Umar
menghentikan khotbahnya sejenak, kemudian ia melanjutkan. "Sesungguhnya
seorang pemimpin itu diangkat dari antara kalian bukan dari bangsa lain.
Pemimpin itu harus berbuat untuk kepentingan kalian, bukan untuk kepentingan
dirinya, golongannya, dan bukan untuk menindas kaum lemah. Demi Allah, apabila
ada di antara pemimpin dari kamu sekalian menindas yang lemah, maka kepada
orang yang ditindas itu diberikan haknya untuk membalas pemimpin itu. Begitu
pula jika seorang pemimpin di antara kamu sekalian menghina seseorang di
hadapan umum, maka kepada orang itu harus diberikan haknya untuk membalas hal
yang setimpal."
Selesai
khalifah berkhotbah, tiba-tiba lelaki asing tadi bangkit seraya berkata;
"Ya Amiirul Muminin, saya datang dari Mesir dengan menembus padang pasir
yang luas dan tandus, serta menuruni lembah yang curam. Semua ini hanya dengan
satu tujuan, yakni ingin bertemu dengan Tuan.""Katakanlah apa
tujuanmu bertemu denganku," ujar Umar. "Saya telah dihina di hadapan
orang banyak oleh Amr bin Ash, gubernur Mesir. Dan sekarang saya akan
menuntutnya dengan hukum yang sama.""Ya saudaraku, benarkah apa yang
telah engkau katakan itu?" tanya khalifah Umar ragu-ragu."Ya Amiirul
Muminin, benar adanya." "Baiklah, kepadamu aku berikan hak yang sama
untuk menuntut balas. Tetapi, engkau harus mengajukan empat orang saksi, dan
kepada Amr aku berikan dua orang pembela. Jika tidak ada yang membela gubernur,
maka kau dapat melaksanakan balasan dengan memukulnya 40 kali.""Baik
ya Amiirul Muminin. Akan saya laksanakan semua itu," jawab orang itu seraya
berlalu. Ia langsung kembali ke Mesir untuk menemui gubernur Mesir Amr bin Ash.
Ketika
sampai ia langsung mengutarakan maksud dan keperluannya. "Ya Amr,
sesungguhnya seorang pemimpin diangkat oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk
rakyat. Dia diangkat bukan untuk golongannya, bukan untuk bertindak
sewenang-wenang terhadap rakyatnya, dan bukan pula untuk menindas yang lemah
dan mengambil hak yang bukan miliknya. Khalifar Umar telah memberi izin kepada
saya untuk memperoleh hak saya di muka umum.""Apakah kamu akan
menuntut gubernur?" tanya salah seorang yang hadir. "Ya, demi
kebenaran akan saya tuntut dia," jawab lelaki itu tegas. "Tetapi, dia
kan gubernur kita?" "Seandainya yang menghina itu Amiirul Muminin,
saya juga akan menuntutnya." "Ya, saudara-saudaraku. Demi Allah, aku
minta kepada kalian yang mendengar dan melihat kejadian itu agar berdiri."Maka
banyaklah yang berdiri. "Apakah kamu akan memukul gubernur?" tanya
mereka."Ya, demi Allah saya akan memukul dia sebanyak 40 kali.""Tukar
saja dengan uang sebagai pengganti pukulan itu.""Tidak, walaupun
seluruh masjid ini berisi perhiasan aku tidak akan melepaskan hak itu,"
jawabnya . "Baiklah, mungkin engkau lebih suka demi kebaikan nama gubernur
kita, di antara kami mau jadi penggantinya," bujuk mereka "Saya tidak
suka pengganti.""Kau memang keras kepala, tidak mendengar dan tidak
suka usulan kami sedikit pun.""Demi Allah, umat Islam tidak akan maju
bila terus begini. Mereka membela pemimpinnya yang salah dengan gigih karena
khawatir akan dihukum," ujarnya seraya meninggalkan tempat.
Amr binAsh
serta merta menyuruh anak buahnya untuk memanggil orang itu. Ia menyadari
hukuman Allah di akhirat tetap akan menimpanya walaupun ia selamat di dunia. "Ini
rotan, ambillah! Laksanakanlah hakmu," kata gubernur Amr bin Ash sambil
membungkukkan badannya siap menerima hukuman balasan."Apakah dengan
kedudukanmu sekarang ini engkau merasa mampu untuk menghindari hukuman
ini?" tanya lelaki itu."Tidak, jalankan saja keinginanmu itu,"
jawab gubernur."Tidak, sekarang aku memaafkanmu," kata lelaki itu
seraya memeluk gubernur Mesir itu sebagai tanda persaudaraan. Dan rotan pun ia
lemparkan.
Umar wafat pada tahun 23 Hijriah atau 644
Masehi. Saat salat subuh, seorang asal Parsi Firuz menikamnya dan mengamuk di
masjid dengan pisau beracun. Enam orang lainnya tewas, sebelum Firus sendiri
juga tewas. Banyak dugaan mengenai alasan pembunuhan tersebut. Yang pasti,ini
adalah pembunuhan pertama seorang muslim oleh muslim lainnya. Umar bukan saja
seorang yang sederhana, tapi juga seorang yang berani berijtihad. Yakni
melakukan hal-hal yang tak dilakukan Rasul. Untuk pemerintah, ia membentuk
departemen-departemen.Ia tidak lagi membagikan harta pampas an perang buat
pasukannya, melainkan menetapkan gaji buat mereka. Umar memulai penanggalan
Hijriah, dan melanjutkan pengumpulan catatan ayat Quran yang dirintis Abu
Bakar. Ia juga memerintahkan salat tarawih berjamaah. 3. SAHID BIN WALID (SANG PEMIMPIN PERANG)
" ORANG seperti dia, tidak dapat tanpa diketahui dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin" demikian keterangan Nabi ketika berbicara tentang Khalid sebelum calon pahlawan ini masuk Islam. Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Bani Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.
Ayah
Khalid yang bernama Walid, adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa
di antara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Kabah dengan
perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain
penutup Kabah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi
semua orang yang datang berkumpul di Mina. Ketika orang Quraisy
memperbaiki Kabah tidak seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-dindingnya
yang tua itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana
begini Walid maju ke depan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak,
"Oh, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik terhadap
rumahMu". Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, agar Walid masuk
Islam. Harapan ini timbul karena Walid seorang kesatria yang berani di mata
rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah
masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya.
Dalam hati
kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-an itu adalah kalimat-kalimat Allah. Dia
pernah mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa
berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu. Ucapan yang terus
terang ini memberikan harapan bagi Nabi, bahwa Walid akan segera masuk Islam.
Tetapi impian dan harapan ini tak pernah menjadi kenyataan. Kebanggaan atas
diri sendiri membendung bisikan-bisikan hati nuraninya. Dia takut kehilangan
kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy. Kesangsian ini menghalanginya
untuk menurutkan rayuan-rayuan hati nuraninya. Sayang sekali orang yang begini
baik, akhirnya mati sebagai orang yang bukan Islam.Suku Bani Makhzum mempunyai
tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Bani Muhzum lah yang mengurus
gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan
senjata bagi prajurit-prajurit. Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa
lebih dibanggakan seperti Bani Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap
orang-orang Islam di lembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzum lah yang
pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.
Latihan Pertama
Kita tidak
banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal
kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun
buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Thaif. Kekayaan ayahnya
ini membuat Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya. Dia lebih leluasa dan
tidak usah belajar berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian
orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid
mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah adu tinju dan berkelahi. Saat itu
pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima
perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata
rakyat. Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang
terpandang di mata rakyat. Hal ini memberikan dorongan keras kepada Khalid
untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman-pamanya.
Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengatasi teman-temannya di dalam hal adu tenaga. Sebab
itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni bela diri.
Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah.
Dia juga
mencurahkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya
yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi
seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang. Pandangan
yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan
gamblang orang dapat melihat, bahwa dia akan menjadi ahli dalam seni
kemiliteran. Dari masa kanak-kanaknya dia memberikan harapan untuk menjadi ahli
militer yang luar biasa senialnya.
Menentang Islam
Pada masa
kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol diantara teman-temannya. Dia
telah sanggup merebut tempat istimewa dalam hati rakyat. Lama kelamaan Khalid
menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy. Pada waktu itu orang-orang Quraisy
sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti
dan memusuhi agama Islam dan penganut-penganut Islam. Kepercayaan baru itu
menjadi bahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy.
Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Sebab itu mereka
mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus
dihancurkan sebelum tumbuh berurat berakar. Khalid sebagai pemuda Quraisy yang
berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap
kepercayaan baru ini. Hal ini sudah wajar dan seirama dengan kehendak alam.
Sejak
kecil pemuda Khalid bertekad menjadi pahlawan Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya
dalam pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam. Untuk membuktikan
bakat dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala
pertempuran. Dia harus memperlihatkan kepada sukunya kwalitasnya sebagai
pekelahi.
Peristiwa Uhud
Kekalahan
kaum Quraisy di dalam perang Badar membuat mereka jadi kegila-gilaan, karena
penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan kebanggaan
mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah
tercoreng di muka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi
mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka membuat
persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.Sebagai
pemuda Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut
merasakan pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam
sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan
satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini
mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.
Sungguhpun
kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Di bukit Uhud
masih ada suatu tanah genting, di mana tentara
Quraisy dapat menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini,
Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka
agar bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan sampai
meninggalkan pos masing-masing.Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara
Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi
ragu-ragu mengingat kekalahan-kekalahan yang telah mereka alami di Badar.
Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang
Islam.
Sungguh
pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi
setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal
untuk mempertahankan tanah yang mereka injak.Kekuatannya menjadi
terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di
Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin
Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak
buahnya dan mencari kesempatan baik guna melakukan pukulan yang menentukan.Melihat
orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting
tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada
mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian
besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu
kelapangan.
Pertahanan
tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan
baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang
pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh
pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari
belakang.Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang
dan menggempur orang Islam di pusat pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk
melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai
berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang.
Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, sekarang telah terkepung
lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat.Khalid bin Walid
telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya
orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya
Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya
menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang
Islam.
Hanya
pahlawan Khalid lah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia
pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan memaksanya
untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap
kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.Ketika Khalid bin
Walid memeluk Islam Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam sangat bahagia,
karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela
Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak
kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang
dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya.Betapapun hebatnya
Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat
badannya, namun ternyata kematianya di atas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid
harapan untuk mati sahid di medan perang ternyata tidak tercapai dan Allah
menghendakinya mati di atas tempat tidur, sesudah perjuangan membela Islam yang
luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan
kembali kepada-Nya sesuai dengan kemaua-Nya. (unair)
4. ASMA BINTI YAZID BIN SAKAN (AHLI PIDATO KAUM WANITA)
Kuniyah
(panggilan) nya adalah Ummi Amiral-Ausiyah al Asyhaliyah. Ia putri
paman Mu’adz bin Jabal. Dia telah berbai’at kepada Rasulullah Saw. Asma
binti Yazid bin Sakan bertanya banyak masalah kepada Rasulullah Saw dan
menyampaikan pertanyaan dengan detail dalam masalah fiqih. Dialah yang
pernah bertanya kepada beliau, ”Apakah wanita terzhihar karena haidh?”
Asma binti Yazid adalah seorang ahli pidato yang ulung yang datang
kepada Rasulullah Saw berkenaan dengan tawanan wanita ujarnya, ”Wahai
Rasulullah, seorang utusan datang setelah aku dari kalangan kaum wanita
beriman yang semuanya berkata sesuai perkataanku dan mereka sependapat
denganku, bahwa Allah Ta’ala telah mengutus engkau untuk kaum pria dan
wanita, lalu kami beriman dan mengikuti agama engkau. Namun kami sebagai
kaum wanita terbatas langkahnya, tinggal di rumah, mengurus suami dan
melahirkan anak-anak mereka, sementara kaum pria diberi kelebihan dengan
berkumpul, menghadiri jenazah dan berjihad. Manakala mereka keluar
untuk jihad, kami pelihara harta mereka, kami didik anak-anaknya, kami
juga ingin mendapat pahala seperti yang mereka dapatkan itu.” Rasulullah
Saw bersabda kepada para sahabatnya, ”Sudikah kalian
mendengar ucapan wanita yang menyampaikan pertanyaan paling baik tentang
agamanya selain dari dia?”
Para sahabat menjawab, ”Ya, kami mendengarnya wahai Rasulullah!”
Maka
Rasulullah Saw menanggapi ucapan Asma sebagai berikut, ”Wahai Asma,
pergilah dan sampaikanlah kepada teman dan saudar-saudaramu dari
kalangan wanita bahwa berbakti kepada suami dan berusaha meraih redhanya
serta mematuhinya, pahalanya sebanding dengan pahala yang didapat kaum
pria yang engkau sebutkan itu.” (HR. Hakim)
Asma binti Yazid pernah menjadi pelayan Rasulullah Saw. Ujarnya,”Sungguh, aku telah memegang tali unta Rasulullah saat turun kepadanya Surat Al-Maidah seluruhnya. Karena turunnya surat tersebut nyaris memecahkan leher unta beliau. Dan Asma juga bercerita,”Sekali waktu Rasulullah Saw menjumpai aku bersama sekelompok kaum wanita. Lalu beliau mengucap salam dan kami menjawabnya. Dan Aku telah ikut dalam banyak peperangan untuk mengobati tentara yang terluka terutama pada perang Yarmuk.”
Semoga Allah meredhai Sayidatina Asma binti Yazid.
5. KISAH KETABAHAN DAN KETAATAN URWAH BIN AZ-ZUBAIR (SANG SAHABAT RASULULLAH )
Baru saja matahari sore itu
memancarkan sinarnya di Baitul Haram dan mempersilahkan jiwa-jiwa yang bening untuk mengunjungi buminya yang suci
tatkala sisa-sisa para sahabat Rasulullah SAW dan para pembesar tabiin mulai
berthawaf di sekeliling Kabah, mengharumkan suasana dengan pekikan tahlil dan
takbir dan memenuhi hamparan dengan doa-doa kebaikan.Dan tatkala orang-orang membuat lingkaran per-kelompok di
sekitar Kabah nan agung, yang berdiri kokoh di tengah Baitul Haram dalam
kondisi yang berwibawa dan agung. Mereka memenuhi pandangan dengan keindahannya
yang memikat, dan memoderator pembicaraan-pembicaraan di antara mereka tanpa keisengan dan perkataan
dosa.
Di dekat
Rukun Yamani, duduklah empat orang pemuda yang masih remaja dan terhormat
nasabnya serta berbaju harum seakan-akan mereka bagaikan merpati-merpati
masjid, berbaju mengkilat dan membuat hati jinak karenanya. Mereka itu adalah
Abdullah bin az-Zubair, saudaranya;
Musab bin az-Zubair, saudara mereka berdua; Urwah bin az-Zubair dan Abdul Malik
bin Marwan. Terjadi perbincangan ringan dan sejuk di antara anak-anak muda ini,
lalu tidak lama kemudian salah seorang di antara mereka berkata, "Hendaklah
masing-masing dari kita memohon kepada
Allah apa yang hendak dia cita-citakan." Maka
khayalan mereka terbang ke alam ghaib nan luas, angan-angan mereka
berputar-putar di taman-taman harapan nan hijau, kemudian Abdullah bin
az-Zubair berkata,"Cita-citaku, aku ingin menguasai Hijaz dan memegang
khalifah."Saudaranya, Musab berkata, "Kalau aku, aku ingin menguasai
dua Irak (Kufah dan Bashrah) sehingga tidak ada orang yang menyaingiku." Sedangkan
Abdul Malik bin Marwan berkata, "Jika anda berdua hanya puas dengan hal
itu saja, maka aku tidak akan puas kecuali menguasai dunia semuanya dan aku ingin memegang
kekhalifahan setelah Muawiyah bin Abi Sufyan."
Sementara
Urwah bin az-Zubair terdiam dan tidak berbicara satu kalimat pun, maka
saudara-saudaranya tersebut menoleh ke arahnya dan berkata."Apa yang kamu
cita-citakan wahai Urwah?" Dia menjawab, "Mudah-mudahan Allah
memberkati kalian semua terhadap apa yang kalian cita-citakan dalam urusan
dunia kalian. Sedangkan aku hanya bercita-cita ingin menjadi seorang alim yang
Amil (Mengamalkan ilmunya), orang-orang belajar Kitab Rabb, Sunnah Nabi dan
hukum-hukum agama mereka kepadaku dan aku mendapatkan keberuntungan di akhirat
dengan ridla Allah dan mendapatkan surga-Nya."Kemudian waktu pun berjalan
begitu cepat, sehingga memang kemudian Abdullah bin az-Zubair dibaiat menjadi
Khalifah setelah kematian Yazid bin Muawiyah (Khalifah ke dua dari khilafah
Bani Umayyah), dan dia pun menguasai kawasan Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan dan
Iraq. Kemudian dia dibunuh di sisi Kabah tidak jauh dari tempat dimana dia
pernah bercita-cita tentang hal itu.
Dan ternyata
Musab bin Az-Zubair pun menguasai pemerintahan Iraq sepeninggal saudaranya,
Abdullah namun dia juga dibunuh di dalam mempertahankan kekuasaannya tersebut. Demikian
pula, Abdul Malik bin Marwan memangku jabatan Khalifah setelah ayahnya wafat,
dan di tangannya kaum Muslim bersatu setelah pembunuhan terhadap Abdullah bin
az-Zubair dan saudaranya, Musab di tangan pasukan-pasukannya. Kemudian dia
menjadi penguasa terbesar di dunia pada zamannya. Lalu bagaimana dengan Urwah
bin Az-Zubair? Mari kita mulai kisahnya dari pertama.
Urwah bin az-Zubair dilahirkan
setahun sebelum berakhirnya kekhalifahan Umar al-Faruq, di dalam keluarga
paling terpandang dan terhormat kedudukannya dari sekian banyak
keluarga-keluarga kaum muslimin.
Ayahnya adalah az-Zubair bin al-Awwam,
sahabat dekat dan pendukung Rasulullah SAW, orang pertama yang menghunus pedang
di dalam Islam dan salah satu dari sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga.
Ibunya bernama Asma` binti Abu Bakar
yang bergelar berjuluk "Dzatun Nithaqain" (Pemilik dua ikat pinggang.
Hal ini karena dia merobek ikat pinggangnya menjadi dua pada saat hijrah, salah
satunya dia gunakan untuk mengikat bekal Rasulullah SAW dan yang satu lagi dia
gunakan untuk mengikat bekal makanannya).
Kakeknya pancar (dari pihak) ibunya
tidak lain adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalifah Rasulullah SAW dan sahabatnya
ketika berada di dalam goa (Tsur). Neneknya pancar (dari pihak) ayahnya bernama
Shafiyyah binti Abdul Muththalib bibi Rasulullah SAW sedangkan bibinya adalah
Ummul Mukminin Aisyah RA. Pada saat jenazah Aisyah dikubur, Urwah sendiri yang
turun ke kuburnya dan meratakan liang lahadnya dengan kedua tangannya.
Apakah anda mengira bahwa setelah
kedudukan ini, ada kedudukan lain dan bahwa di atas kemuliaan ini, ada
kemuliaan lain selain kemuliaan iman dan kewibawaan Islam?
Untuk merealisasikan cita-cita yang
telah diharapkannya perkenaan Allah atasnya saat di sisi Kabah itu, dia tekun
di dalam mencari ilmu dan memfokuskan diri untuknya serta menggunakan
kesempatan untuk menimba ilmu dari sisa-sisa para sahabat Rasulullah SAW yang
masih hidup.
Dia rajin mendatangi rumah-rumah
mereka, shalat di belakang mereka dan mengikuti pengajian-pengajian mereka,
sehingga dia berhasil mentrasfer riwayat dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman
bin Auf, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub al-Anshari, Usamah bin Zaid, Said bin Zaid,
Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas dan an-Numan bin Basyir. Dia banyak sekali
mentransfer riwayat dari bibinya, Aisyah Ummul Mukminin sehingga dia menjadi
salah satu dari tujuh Ahli fiqih Madinah (al-Fuqahâ` as-Sabah) yang menjadi
rujukan kaum muslimin di dalam mempelajari agama mereka.
Para pejabat yang shaleh meminta
bantuan mereka di dalam mengemban tugas yang dilimpahkan Allah kepada mereka
terhadap urusan umat dan negara.
Di antara contohnya adalah tindakan Umar bin Abdul Aziz ketika datang ke Madinah sebagai gubernurnya atas mandat dari al-Walid bin Abdul Malik. Orang-orang datang kepadanya untuk menyampaikan salam.
Di antara contohnya adalah tindakan Umar bin Abdul Aziz ketika datang ke Madinah sebagai gubernurnya atas mandat dari al-Walid bin Abdul Malik. Orang-orang datang kepadanya untuk menyampaikan salam.
Ketika selesai melaksanakan shalat
dhuhur, dia memanggil sepuluh Ahli fiqih Madinah yang diketuai oleh Urwah bin
Az-Zubair. Ketika mereka sudah berada di sisinya, dia menyambut mereka dengan
sambutan hangat dan memuliakan tempat duduk mereka. Kemudian dia memuji Allah
Azza wa Jalla dan menyanjung-Nya dengan sanjungan yang pantas bagi-Nya, lalu
berkata,
"Sesungguhnya aku memanggil
kalian semua untuk sesuatu yang kiranya kalian semua diganjar pahala karenanya
dan menjadi pendukung-pendukungku dalam berjalan di atas kebenaran. Aku tidak
ingin memutuskan sesuatu tanpa pendapat kalian semua, atau pendapat orang yang
hadir dari kalian-kalian semua. Jika kalian semua melihat seseorang menyakit
orang lain, atau mendengar suatu kedzaliman dilakukan oleh pegawaiku, maka demi
Allah, aku meminta agar kalian melaporkannya kepadaku."
Maka Urwah bin az-Zubair mendoakan
kebaikan baginya dan memohon kepada Allah agar menganugerahinya ketepatan
(dalam bertindak dan berbicara) dan mendapatkan petunjuk.
Urwah bin az-Zubair benar-benar
menyatukan ilmu dan amal. Dia banyak berpuasa di kala hari demikian teriknya
dan banyak shalat malam di kala malam gelap gulit, selalu membasahkan lisannya
dengan dzikir kepada Allah Taala.
Selain itu, dia selalu menyertai
Kitab Allah Azza wa Jalla dan tekun membacanya. Setiap harinya, dia membaca
seperempat al-Quran dengan melihat ke Mushafnya.
Kemudian dia membacanya di dalam
shalat malam hari dengan hafalan.
Dia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya itu semenjak menginjak remaja hingga wafatnya, kecuali satu kali disebabkan adanya musibah yang menimpanya. Mengenai apa musibah itu, akan dihadirkan kepada pembaca nanti.
Dia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya itu semenjak menginjak remaja hingga wafatnya, kecuali satu kali disebabkan adanya musibah yang menimpanya. Mengenai apa musibah itu, akan dihadirkan kepada pembaca nanti.
Sungguh Urwah bin az-Zubair
mendapatkan kedamaian hati, kesejukan mata dan surga dunia di dalam shalatnya,
karenanya, dia melakukannya dengan sebaik-baiknya, melengkapi syarat rukunnya
dengan sempurna dan berlama-lama di dalamnya.
Diriwayatkan tentangnya bahwa dia
pernah melihat seorang yang sedang melakukan shalat dengan ringan (cepat), maka
ketika orang itu telah selesai shalat, dia memanggilnya dan berkata kepadanya,
"Wahai anak saudaraku, Apakah anda tidak mempunyai keperluan kepada
Tuhanmu Azza wa Jalla?! Demi Allah sesungguhnya aku memohon kepada Allah di
dalam shalatku segala sesuatu bahkan garam."
Urwah bin Az-Zubair adalah juga
seorang dermawan, pemaaf dan pemurah. Di antara contoh kedermawanannya, bahwa
dia mempunyai sebuah kebun yang paling luas di seantero Madinah. Airnya nikmat,
pohon-pohonnya rindang dan kurma-kurmanya tinggi. Dia memagari kebunnya selama
setahun untuk menjaga agar pohon-pohonnya terhindar dari gangguan binatang dan
keusilan anak-anak. Dan, jika sudah datang waktu panen, buah-buahnya siap
dipetik dan siap dimakan, dia menghancurkan kembali pagar kebunnya tersebut di
banyak arah supaya orang-orang mudah untuk memasukinya.
Maka mereka pun memasukinya, datang
dan kembali untuk memakan buah-buahnya dan membawanya pulang dengan sesuka
hati. Dan setiap kali dia memasuki kebunnya ini, dia mengulang-ulang firman
Allah, "Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu
" MASYA ALLAH, LAA QUWWATA ILLA BILLAH" (Sungguh atas kehendak Allah
semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)"
(Q.,s.al-Kahfi:39)
Dan pada suatu tahun dari
kekhilafahan al-Walid bin Abdul Malik (khalifah ke enam dari khalifah-khalifah
Bani Umayyah, dan pada zamannya kekuasaan Islam mencapai puncaknya), Allah Azza
wa Jalla berkehendak untuk menguji Urwah bin az-Zubair dengan ujian yang berat,
yang tidak akan ada orang yang mampu bertahan menghadapinya kecuali orang yang
hatinya penuh dengan keimanan dan keyakinan.
Khalifah kaum muslimin mengundang
Urwah bin az-Zubair supaya mengunjunginya di Damaskus, lalu Urwah memenuhi
undangan tersebut dan membawa serta putra tertuanya.
Dan ketika sudah datang, Khalifah
menyambutnya dengan sambutan yang hangat dan memuliakannya dengan penuh
keagungan. Namun saat di sana, Allah SWT berkehendak lain, tatkala putra Urwah
memasuki kandang kuda al-Walid untuk bermain-main dengan kuda-kudanya yang
tangkas, lalu salah satu dari kuda itu menendangnya dengan keras hingga dia
meninggal seketika.
Belum lama sang ayah yang bersedih
menguburkan putranya, salah satu kakinya terkena tumor ganas (semacam kusta)
yang dapat menjalar ke seluruh tubuh. Betisnya membengkak dan tumor itu dengan
sangat cepat berkembang dan menjalar.
Karena itu, Khalifah memanggil para
dokter dari segala penjuru untuk tamunya dan meminta mereka untuk mengobatinya
dengan segala cara. Akan tetapi, para dokter sepakat bahwa tidak ada jalan lain
untuk mengatasinya selain memotong betis
Urwah, sebelum tumor itu menjalar ke seluruh tubuhnya dan merenggut nyawanya.
Maka, tidak ada alasan lagi untuk tidak menerima kenyataan itu.
Ketika dokter bedah datang untuk
memotong betis Urwah dan membawa peralatannya untuk membelah daging serta
gergaji untuk memotong tulang, dia berkata kepada Urwah,
"Menurutku anda harus meminum
sesuatu yang memabukkan supaya anda tidak merasa sakit ketika kaki anda
dipotong."
Maka Urwah berkata,
"O..tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak akan menggunakan sesuatu yang haram terhadap kesembuhan yang aku harapkan."
"O..tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak akan menggunakan sesuatu yang haram terhadap kesembuhan yang aku harapkan."
Maka dokter itu berkata lagi,
"Kalau begitu aku akan membius anda."
"Kalau begitu aku akan membius anda."
Urwah berkata,
"Aku tidak ingin, kalau ada satu dari anggota badanku yang diambil sedangkan aku tidak merasakan sakitnya. Aku hanya mengharap pahala di sisi Allah atas hal ini."
"Aku tidak ingin, kalau ada satu dari anggota badanku yang diambil sedangkan aku tidak merasakan sakitnya. Aku hanya mengharap pahala di sisi Allah atas hal ini."
Ketika dokter bedah itu mulai
memotong betis, datanglah beberapa orang tokoh kepada Urwah, maka Urwah pun
berkata,
"Untuk apa mereka datang?."
"Untuk apa mereka datang?."
Ada yang menjawab,
"Mereka didatangkan untuk memegang anda, barangkali anda merasakan sakit yang amat sangat, lalu anda menarik kaki anda dan akhirnya membahayakan anda sendiri."
"Mereka didatangkan untuk memegang anda, barangkali anda merasakan sakit yang amat sangat, lalu anda menarik kaki anda dan akhirnya membahayakan anda sendiri."
Lalu Urwah berkata,
"Suruh mereka kembali. Aku tidak membutuhkan mereka dan berharap kalian merasa cukup dengan dzikir dan tasbih yang aku ucapkan."
"Suruh mereka kembali. Aku tidak membutuhkan mereka dan berharap kalian merasa cukup dengan dzikir dan tasbih yang aku ucapkan."
Kemudian dokter mendekatinya dan
memotong dagingnya dengan alat bedah, dan ketika sampai kepada tulang, dia
meletakkan gergaji padanya dan mulai menggergajinya, sementara Urwah membaca,
"Lâ ilâha illallâh, wallâhu Akbar."
Dokter terus menggergaji, sedangkan
Urwah tak henti bertahlil dan bertakbir hingga akhirnya kaki itu buntung.
Kemudian dipanaskanlah minyak di
dalam bejana besi, lalu kaki Urwah dicelupkan ke dalamnya untuk menghentikan
darah yang keluar dan menutup luka. Ketika itulah, Urwah pingsan sekian lama
yang menghalanginya untuk membaca jatah membaca Kitab Allah pada hari itu. Dan
itu adalah satu-satunya kebaikan (bacaan al-Quran) yang terlewati olehnya
semenjak dia menginjak remaja. Dan ketika siuman, Urwah meminta potongan
kakinya lalu mengelus-elus dengan tangannya dan menimang-nimangnya seraya
berkata,
"Sungguh, Demi Dzat Yang
Mendorongku untuk mengajakmu berjalan di tengah malam menuju masjid, Dia Maha
mengetahui bahwa aku tidak pernah sekalipun membawamu berjalan kepada hal yang
haram."
Kemudian dia mengucapkan bait-bait
syair karya Man bin Aus, Demi Engkau, aku tidak pernah menginjakkan telapak tanganku pada sesuatu yang
meragukan
Kakiku tidak pernah mengajakku untuk melakukan kekejian
Telinga dan mataku tidak pernah menggiringku kepadanya
Pendapatku dan akalku tidak pernah menunjuk kepadanya
Ketahuilah, sesungguhnya tidaklah musibah menimpaku sepanjang masa melainkan ia telah menimpa orang sebelumku
Kakiku tidak pernah mengajakku untuk melakukan kekejian
Telinga dan mataku tidak pernah menggiringku kepadanya
Pendapatku dan akalku tidak pernah menunjuk kepadanya
Ketahuilah, sesungguhnya tidaklah musibah menimpaku sepanjang masa melainkan ia telah menimpa orang sebelumku
Al-Walid bin Abdul Malik benar-benar
merasa sedih terhadap musibah yang menimpa tamu agungnya. Dia kehilangan
putranya, lalu dalam beberapa hari kehilangan kakinya pula, maka al-Walid tidak
bosan-bosan menjenguknya dan mensugestinya untuk bersabar terhadap musibah yang
dialaminya.
Kebetulan ketika itu, ada sekelompok
orang dari Bani Abs singgah di kediaman
Khalifah, di antara mereka ada seorang buta, lalu al-Walid bertanya kepadanya
perihal sebab kebutaannya, lalu orang itu mejawab,
"Wahai Amirul mukminin, di
dalam komunitas Bani Abs tidak ada orang yang harta, keluarga dan anaknya lebih
banyak dariku. Lalu aku bersama harta dan keluargaku singgah di pedalaman suatu
lembah dari lembah-lembah tempat tinggal kaumku, lalu terjadi banjir besar yang
belum pernah aku saksikan sebelumnya. Banjir itu menghanyutkan semua yang aku
miliki; harta, keluarga dana anak. Yang tersisa hanyalah seekor onta dan bayi
yang baru lahir. Sedangkan onta yang tersisa itu adalah onta yang binal
sehingga lepas.
Akibatnya, aku meninggalkan sang
bayi tidur di atas tanah untuk mengejar onta tersebut. Belum begitu jauh aku
meninggalkan tempat ku hingga tiba-tiba aku mendengar jeritan bayi tersebut.
Aku menoleh namun ternyata kepalanya telah berada di mulut serigala yang sedang
menyantapnya. Aku segera menyongsongnya namun sayang aku tidak bisa
menyelamatkannya, karena srigala telah membunuhnya. Lalu aku mengejar onta dan
ketika aku berada di dekatnya, ia menendangku dengan kakinya. Tendangan itu
mengenai wajahku, sehingga keningku robek dan mataku buta. Begitulah aku
mendapatkan diriku di dalam satu malam telah menjadi orang yang tanpa keluarga,
anak, harta dan mata."
Maka al-Walid berkata kepada
pengawalnya,
"Ajaklah orang ini menemui tamu kita Urwah bin az-Zubair. Mintalah dia mengisahkan ceritanya supaya Urwah mengetahui bahwa ternyata masih ada orang yang mengalami cobaan yang lebih berat darinya."
"Ajaklah orang ini menemui tamu kita Urwah bin az-Zubair. Mintalah dia mengisahkan ceritanya supaya Urwah mengetahui bahwa ternyata masih ada orang yang mengalami cobaan yang lebih berat darinya."
Ketika Urwah diangkut ke Madinah dan
dipertemukan dengan keluarganya, dia mendahului mereka dengan ucapan,
"Jangan kalian merasa ngeri
terhadap apa yang kalian lihat. Allah Azza wa Jalla telah menganugerahuiku
empat orang anak, lalu mengambil satu di antara mereka dan masih menyisakan
tiga orang lagi. Segala puji hanya untuk-Nya. Dan Dia memberiku empat anggota
badan, kemudian Dia mengambil satu darinya dan menyisakan tiga untukku, maka
segala puji bagi-Nya. Dia juga telah memberiku empat buah yang memiliki ujung
(kedua tangan dan kedua kaki-red.,), lalu Dia mengambilnya satu dan menyisakan
tiga buah lagi untukku. Dan demi Allah, Jika pun Dia telah mengambil sedikit
dariku namun telah menyisakan banyak untukku. Dan jika pun Dia mengujiku satu
kali namun Dia telah mengaruniaiku kesehatan berkali-kali."
Ketika penduduk Madinah mengetahui
kedatangan imam dan orang alim mereka, Urwah bin az-Zubair, mereka
berbondong-bondong datang ke rumahnya untuk menghibur dan menjenguknya. Di
antara untaian kata taziah yang paling berkesan adalah perkataan Ibrahim bin
Muhammad bin Thalhah kepadanya,
"Bergembiralah wahai Abu
Abdillah! salah satu anggota badan dan anakmu telah mendahuluimu menuju surga
dan yang keseluruhannya akan mengikuti yang sebagiannya itu, insya Allah Taala.
Sungguh, Allah telah menyisakan sesuatu darimu untuk kami yang sangat kami
butuhkan dan perlukan, yaitu ilmu, fiqih dan pendapat anda. Mudah-mudahan Allah
menjadikan hal itu bermanfaat bagimu dan kami. Allah lah Dzat Yang Maha
menanggung pahala untukmu dan Yang menjamin balasan kebaikan amalmu."
Urwah bin az-Zubair tetap menjadi
menara hidayah, petunjuk kebahagiaan dan penyeru kebaikan bagi kaum muslimin
sepanjang hidupnya. Dia sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya,
khususnya, dan anak-anak kaum muslimin lainnya, umumnya. Dia tidak pernah
membiarkan kesempatan berlalu tanpa digunakannya untuk memberikan penyuluhan
dan nasehat kepada mereka.
Di antara contohnya, dia selalu
mendorong anak-anaknya untuk menuntut ilmu ketika berkata kepada mereka,
"Wahai anakku, tuntutlah ilmu
dan kerahkanlah segala kemampuan dengan semestinya. Karena, jika kamu sekarang
ini hanya sebagai orang-orang kecil, mudahan-mudahan saja berkat ilmu, Allah
menjadikan kamu orang-orang besar."
Penuturan lainnya,
"Aduh betapa buruknya, apakah di dunia ini ada sesuatu yang lebih buruk daripada orang tua yang bodoh?."
"Aduh betapa buruknya, apakah di dunia ini ada sesuatu yang lebih buruk daripada orang tua yang bodoh?."
Dia juga menyuruh mereka untuk menilai
sedekah sebagai hadiah yang dipersembahkan untuk Allah Azza wa Jalla. Yaitu,
dalam ucapannya,
"Wahai anakku, janganlah
sekali-kali salah seorang di antara kamu mempersembahkan hadiah kepada Rabb-nya
berupa sesuatu yang dia merasa malu kalau dihadiahkan kepada tokoh yang
dimuliakan dari kaumnya. Karena Allah Taala adalah Dzat Yang Paling Mulia, dan
Paling Dermawan serta Yang Paling Berhak untuk dipilihkan untuk-Nya."
Dia juga pernah memberikan pandangan
kepada mereka (anak-anaknya) tentang tipikal manusia dan seakan mengajak mereka
menembus langsung menuju siapa inti dari mereka itu,
"Wahai anakku, jika kamu
melihat seseorang berbuat kebaikan yang amat menawan, maka harapkanlah kebaikan
dengannya meskipun di mata orang lain, dia seorang jahat, karena kebaikan itu
memiliki banyak saudara. Dan jika kamu melihat seseorang berbuat keburukan yang
nyata, maka menghindarlah darinya meskipun di mata orang lain, dia adalah orang
baik, karena keburukan itu juga memiliki banyak saudara. Dan ketahuilah bahwa
kebaikan akan menunjukkan kepada saudara-saudaranya (jenis-jenisnya yang lain),
demikian pula dengan keburukan."
Dia juga berwasiat kepada
anak-anaknya supaya berlaku lemah lembut, berbicara baik dan bermuka ramah. Dia
berkata,
"Wahai anakku, sebagaimana tertulis di dalam hikmah, Hendaklah kamu berkata-kata baik dan berwajah ramah niscaya kamu akan lebih dicintai orang ketimbang cinta mereka kepada orang yang selalu memberikan mereka hadiah."
"Wahai anakku, sebagaimana tertulis di dalam hikmah, Hendaklah kamu berkata-kata baik dan berwajah ramah niscaya kamu akan lebih dicintai orang ketimbang cinta mereka kepada orang yang selalu memberikan mereka hadiah."
Bilamana dia melihat manusia
cenderung untuk berfoya-foya dan menilai baik kenikmatan duniawi, dia
mengingatkan mereka akan kondisi Rasulullah SAW yang penuh dengan kesahajaan
kehidupan dan kepapaan.
Di antara contohnya adalah
sebagaimana yang diceritakan Muhammad bin al-Munkadir (seorang tabii dari
penduduk Madinah, wafat pada tahun 130 H),
"Saat Urwah bin az-Zubair
menemuiku dan memegang tanganku, dia berkata, Wahai Abu Abdullah.
Lalu aku menjawab, "Labbaik."
Kemudian dia berkata,
"Saat aku menemui Ummul mukminin Aisyah RA, dia berkata, Wahai anakku.
Lalu aku menjawab, Labbaik.
Beliau berkata lagi, Demi Allah, sesungguhnya kami dahulu pernah sampai selama empat puluh malam tidak menyalakan api di rumah Rasulullah SAW, baik untuk lentera ataupun yang lainnya.
Lalu aku berkata, Wahai Ummi, bagaimana kalian semua dapat hidup?
Beliau menjawab, Dengan dua benda hitam (Aswadân); kurma dan air.
Lalu aku menjawab, "Labbaik."
Kemudian dia berkata,
"Saat aku menemui Ummul mukminin Aisyah RA, dia berkata, Wahai anakku.
Lalu aku menjawab, Labbaik.
Beliau berkata lagi, Demi Allah, sesungguhnya kami dahulu pernah sampai selama empat puluh malam tidak menyalakan api di rumah Rasulullah SAW, baik untuk lentera ataupun yang lainnya.
Lalu aku berkata, Wahai Ummi, bagaimana kalian semua dapat hidup?
Beliau menjawab, Dengan dua benda hitam (Aswadân); kurma dan air.
Selanjutnya Urwah bin az-Zubair
hidup hingga mencapai usia 71 tahun, yang diisinya dengan kebaikan, kebajikan
dan ketakwaan.
Ketika ajal menjelang, dia sedang
berpuasa, lalu keluarganya ngotot memintanyanya agar berbuka saja namun dia
menolak. Sungguh dia telah menolak, karena dia berharap kalau kelak dia bisa
berbuka dengan seteguk air dari sungai Kautsar di dalam bejana emas dan di
tangan bidadari.
6. ABU UBAIDAH ( SOSOK SESEORANG KEPERCAYAAN PARA UMAT MUHAMMAD)
Wajahnya selalu berseri. Matanya
bersinar. Tubuhnya tinggi kurus. Bidang bahunya kecil. Setiap mata senang
melihat kepadanya. Dia selalu ramah tamah,
sehingga setiap orang merasa simpati
kepadanya. Di sampmg sifatnya yang
lemah lembut, dia sangat tawadhu (rendah
hati) dan sangat pemalu.
Tetapi bila menghadapi suatu urusan
penting, dia sangat cekatan ba gaikan singa jantan bertemu musuh. Dialah
kepercayaan ummat Muhammad. NamanyaAmir bin
Abdillah bin Jarrah Al Fihry Al
Qurasyi", dipanggil "Abu
Ubaidah".
Abdullah bin Umar pernah bercerita
tentang sifat sifat yang mulia, katanya: "Ada tiga orang Quraisy yang
sangat cemerlang wajahnya, tinggi akhlak dan sangat pe malu. Bila berbicara,
mereka tidak pernah dusta. Dan apabila orang berbicara kepada mereka, mereka
tidak cepat-cepat mendustakan. Mereka itu ialah: Abu Bakar Shiddiq, Utsman bin
Affan, dan Abu Ubaidah bin Jarrah." Abu Ubaidah termasük kelompok pertama
masuk Islam. Dia masuk Islam ditangan Abu Bakar
Shiddiq, sehari sesudah Abu Bakar masuk Islam.
Waktu itu beliau menemui Rasulullah
saw. bersama-sama dengan Abdur Rah man
bin Auf, Utsman bin Mazhun dan Arqam bin Abi
Arqam untuk mengucapkan syahadat di hadapan beliau. Karena itu mereka tercatat
sebagai tiang-tiang pertama dalam pembangunan mahligai Islam yang agung dan
indah.
Dalarn kehidupannya sebagai muslim,
Abu Ubaidah mengalami masa penindasan yang keras dan kaum Quraisy terhadap kaum
muslimin di Makkah, sejak permulaan sampai akhir.
Dia turut menderita bersama-sama
kaum muslimin yang mula-mula, merasakan tindakan kekerasan, kesulitan dan
kesedihan, yang tak pernah dirasakan oleh pengikut agama-agama lain di muka
bumi ini. Walaupun beqitu, dia tetap teguh menerima segala macam cobaan. Dia
tetap setia dan membenarkan Rasulullah pada setiap situasi dan kondisi yang
berubah-ubah. Bahkan ujian yang dialami Abu Ubaidah dalam perang Badar,
melebihi segala macam kekerasan yang pernah kita alami. Abu Ubaidah turut
berperang dalam perang Badar.
Dia menyusup ke barisan musuh tanpa
takut mati Tetapi tentara berkuda kaum musyrikin menghadang dan menge jarnya kemana dia lari. Terutama seorang
laki-laki, mengejar Abu Ubaidah dengan sangat beringas kemana saja. Tetapi Abu
Ubaidah selalu menghindar dan menjauhkan diri untuk bertarung dengan orang itu.
Orang itu tidak mau berhenti
mengejarnya. Setelah lama berputar-put akhirnya Abu Ubaidah terpojok. Dia
waspada menunggu orang yang mengejarnya. Ketika orang itu tambah dekat kepadanya,
dalam posisi yang sangat tepat, Abu Ubaidah mengayunkan pedangnya tepat di
kepala lawan. Orang itu jatuh terbanting dengan kepala belah dua. Musuh itu
tewas seketika dihadapan Abu Ubaidah. Siapakah lawan Abu Ubaidah yang sangat
beringas itu? Di atas telah dikatakan, tindak kekerasan terhadap kaum muslirnin
telah melampaui batas. Mungkin Anda ternganga bila mengetahui musuh yang tewas
di tangan Abu Ubaidah itu tak lain ialah "Abdullah bin Jarrah" ayah
kandung Abu Ubaidah. Abu Ubaidah tidak membunuh bapaknya. Tetapi membunuh
kemuysrikan yang bersarang dalam pribadi bapaknya.
Orang yang mendapat gelar
kepercayaan umat Muhammad" ini ternyata menarik perhatian orang-orang
besar, bagaikan besi berani menarik logam di sekitarnya. Muhammad bin Jafar
menceritakan, "Pada suatu ketika para
utusan kaum Nasrani datang menghadap kepada Rasulullah. Kata mereka, "Ya,
Aba Qasim! Kirimlah bersama kami
seorang sahabat Anda yang Anda pandang cakap menjadi hakim tentang harta yang
menyebabkan kami berselisih sesama kami. Kami senang menerima putusan yang
ditetapkan kaum muslimin." Jawab Rasulullah, Datanglah nanti petang, saya
akan mengirimkan bersama kalian "orang kuat yang terpercaya" Kata
Umar bin Khaththab, "Saya pergi shalat Zhuhur lebih cepat dan biasa. Saya
tidak ingin tugas itu diserahkan kepada orang lain, karena saya ingin
mendapatkan gelar "orang kuat terpercaya".
Sesudah selesai shalat Zhuhur,
Rasulullah menengok ke kanan dan ke kiri. Saya agàk menonjolkan diri supaya
Rasulullah melihat saya. Tetapi beliau tidak melihat lagi kepada kami. Setelah
beliau melihat Abu Ubaidah bin Jarrah, beliau memanggil seraya berkata
kepadanya, Pergilah engkau bersama mereka. Adili dengan baik perkara yang mereka
perselisihkan." Maka pergilah Abu Ubaidah dengan para utusan Nasrani
tersebut, menyandang gelar "orang kuar yang terpercaya".
Abu Ubaidah bukanlah sekedar orang
kepercayaan semata-mata. Bahkan dia seorang yang berani memikul kepercayaan
yang dibebankan kepadanya. Keberan itu ditunjukkannya dalam berbagai peristiwa
dan tugas yang dipikulkan kepadanya. Pada suatu hari Rasulullah saw. mengirim
satu pasukan yang terdiri dari para
sahabat untuk menghadang kafilah Quraisy. Beliau mengangkat Abu U,baidah
menjadi kepala pasukan, dan membekali mereka hanya dengan sekarung kurma. Tidak
lebih dari itu. Karena itu Abu Ubaidah membagi-bagikan kepada para prajuritnya
sehari sebuah kurma bagi seorang.
Mereka mengulum kurma itu seperti menghisap
gula-gula. Sesudah itu mereka minum. Hanya begitu mereka makan untuk beberapa hari. Waktu kaum muslimin
kalah dalam perang Uhud, kaum musyrikin sedemikian bernapsu ingin membunuh
Rasulullah saw. Waktu itu, Abu Ubaidah termasuk sepuluh orang yang selalu
membentengi Rasulullah. Mereka mempertaruhkan dada mereka ditembus panah kaum
musyrikin, demi keselamatan Rasulullah saw. Ketika pertempuran telah usai,
sebuah taring Rasulullah ternyata patah. Kening beliau luka, dan di pipi beliau
tertancap dua mata rantai baju besi beliau. Abu Bakar menghampiri Rasulullah
hendak mencabut kedua mata rantai itu dan pipi beliau. Kata Abu Ubaidah,
"Biarlah saya yang mencabut nya!" Abu Bakar menyilakan Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah kuatir kalau Rasulullah kesakitan bila dicabutnya dengan tangan.
Maka digigitnya mata rantai itu kuat-kuat de ngan giginya lalu ditariknya.
Setelah mata rantai itu tercabut, gigi Abu Ubaidah tanggal satu. Kernudian
digigit nya pula mata rantai yang sebuah lagi. Setelah tercabut, gigi Abu
Ubaidah tanggal pula sebuah lagi. Kata Abu Bakar, "Abu Ubaidah orang
ompong yang paling cakap."
Abu Ubaidah selalu mengikuti
Rasulullah berperang dalam setiap peperangan yang dipimpin beliau, sampai
beliau wafat. Dalam musyawarah pemilihan Khalifah yang pertama (Yaumu
s-saqifah), Umar bin Khaththab mengulurkan tangannya kepadà Abu Ubaidah seraya
berkata, "Saya memilih Anda dan bersumpah setia dengan Anda. Karena saya
pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:. "Sesungguhnya tiap-tiap ummat
mempunyai orang dipercayai. Orang yang paling dipercaya dan ummat ini adalah
Anda (Abu Ubaidah)." Jawab Abu Ubaidah, "Saya tidak mau mendahului
orang yang pernah disuruh Rasulullah untuk mengimami kita shalat sewaktu beliau
hidup (Abu Bakar). walaupun sekarang beliau telah wafat, marilah kita imamkan
juga dia." Akhfrnya mereka sepakat memilih Abu Bakar inenjadi Khalifah
Pentama, sedangkan Abu Ubaidah menjadi penasihat dan pembantu utama bagi
Khalifah. Setelah Abu Bakar, jabatan khalifah pindah ke tangan Umar bin
Khatthab Al Faruq. Abu Ubaidah selalu dekat dengan Umar dan tidak pernah
membangkang perintahnya, kecuali sekali. Tahukah Anda, perintah Khalifah Umar
yang bagaimanakah yang tidak dipatuhi Abu Ubaidah? Peristiwa itu terjadi ketika
Abu Ubaidah bin Jarrah memimpin tentara muslimin menaklukkan wilayah Syam
(Syria).
Dia berhasil rnemperoleh kemenangan
demi ke menangan berturut-turut, sehingga seluruh wilayah Syam takluk ke bawah
kekuasaannya sejak dan tepi sungai Furat di sebelah Timur sampai ke Asia Kecil
di sebelah Utara Sementara itu, di negeri Syam berjangkit penyakit menular
(Thaun) yang amat berbahaya, yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga
korban berjatuhan. Khalifah Umar datang dan Madinah , sengaja hendak menemui
Abu Ubaidah. Tetapi Umar tidak dapat masuk kota karena penyakit yang sedang
mengganas itu. Lalu Umar menulis surat kepada Abu Ubaidah sebagai berikut:
"Saya sangat penting bertemu dengan Saudara. Tetapi saya tidak dapat
menemui Saudara karena wabak penyakit sedang berjangkit dalam kota. Karena itu
bila surat ini sampai ke tangan Saudara malarn hari, saya harap Saudara
berangkat menemui saya di luar kota sebelum Subuh. Dan bila surat ini sampai ke
tangan siang hari, saya harap Saudara berangkat sebelum hari petang."
Setelah surat Khalifah tersebut
dibaca Abu Ubaidah, dia berkata, "Saya tahu maksud Amirul Muminin
memanggil saya. Beliau ingin supaya saya menyingkir dari pe nyakit yang
berbahaya ini." Lalu dibalasnya surat Khalifah, katanya; "Ya, Amirul
Muminin! Saya mengerti maksud Khalifah memanggil saya. Saya berada di
tengah-tenciah tentara muslimin, sedang bertugas memimpin mereka. Saya tidak
ingin meninggalkan mereka dalam bahaya yang mengancam hanya untuk menyelamatkan
diri sendiri. Saya tidak ingin berpisah dengan mereka, sehingga Allah memberi
keputusan kepada kami semua (selamat atau binasa). Maka bila surat ini sampai
ke tangan Anda, maafkanlah saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda, dan beri
izinlah saya untuk tetap tinggal bersama-sama mereka."
Setelah Khalifah Umar selesai
membaca surat tersebut, beliau menangis sehingga air matanya meleleh ke
pipinya. Karena sedih dan terharu melihat Umar menangis, maka orang yang
disamping beliau bertanya, "Ya, Arniral Mu minin! Apakah Abu Ubaidah
wafat?" "Tidak!" jawab Umar. "Tetapi dia berada di ambang
kematian." Dugaan Khalifah tersebut tidak salah. Karena tidak lama sesudah
itu Abu Ubaidah terserang wabak yang sangat berbahaya. Sebelum kematiannya Abu
Ubaidah berwasiat kepada seluruh prajuritnya: "Saya berwasiat kepada Anda
sekalin. Jika wasiat ini kalian terima dan laksanakan, kalian tidak akan sesat
dari jalan yang baik, dan senantiasa berada dalam bahagia. "Tetaplah
menegakkan shalat. Laksanakan puasa Ramadhan. Bayar sedekah (zakat). Tunaikan
ibadah haji dan umrah. Hendaklah kalian saling menasihati sesama ka lian.
Nasihati pemerintah kalian, jangan dibiarkan mereka tersesat. Dan janganlah
kalian tergoda oleh dunia. Walaupun seseorang bisa berusia panjang sarnpai
senibu tahun, namun akhinnya dia akan menjumpai kematian seperti yang kalian
saksikan ini. "Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…
" Kemudian dia menoleh kepada
Muadz bin Jabal. Katanya, "Hai, Muadz! Sekarang engkau menjadi Imam
(Panglima)!" Tidak lama kemudian, ruhnya yang suci berangkat ke
rahmatullah. Dia telah tiada di dunia fana. Jasadnya tidak lama pula habis
dimakan masa. Tetapi amal pengorbanannya akan tetap hidup selama-lamanya. Muadz
bin Jabal berdiri di hadapan jamaahnya, lalu dia berpidato:
"Ayyuhannaas! (Hai sekalian
manusia!) Kita semua sama-sama merasa sedih kehilangan dia (Abu Ubaidah). Demi
Allah! Saya tidak melihat orang yang lapang dada melebihi dia. Saya tidak
melihat orang yang lebih jauh dan kepalsuan, selain dia. Saya tidak tahu; kalau
ada orang yang lebih menyukai kehidupan akhirat melebihi dia. Dan saya tidak
tahu, kalau ada orang yang suka memberi nasihat kepada umum melebihi dia.
Karena itu marilah kita memohon rahmat Allah baginya, semoga Allah melimpahkan
rahmat-Nya pula kepada kita semua.
7.SAID BIN AMIR (MEMBELI AKHIRAT DENGAN KEHIDUPAN DUNIA)
Wajahnya selalu berseri. Matanya
bersinar. Tubuhnya tinggi kurus. Bidang bahunya kecil. Setiap mata senang
melihat kepadanya. Dia selalu ramah tamah,
sehingga setiap orang merasa simpati
kepadanya. Di sampmg sifatnya yang
lemah lembut, dia sangat tawadhu (rendah
hati) dan sangat pemalu.
Tetapi bila menghadapi suatu urusan
penting, dia sangat cekatan ba gaikan singa jantan bertemu musuh. Dialah
kepercayaan ummat Muhammad. NamanyaAmir bin
Abdillah bin Jarrah Al Fihry Al
Qurasyi", dipanggil "Abu
Ubaidah".
Abdullah bin Umar pernah bercerita
tentang sifat sifat yang mulia, katanya: "Ada tiga orang Quraisy yang
sangat cemerlang wajahnya, tinggi akhlak dan sangat pe malu. Bila berbicara,
mereka tidak pernah dusta. Dan apabila orang berbicara kepada mereka, mereka
tidak cepat-cepat mendustakan. Mereka itu ialah: Abu Bakar Shiddiq, Utsman bin
Affan, dan Abu Ubaidah bin Jarrah." Abu Ubaidah termasük kelompok pertama
masuk Islam. Dia masuk Islam ditangan Abu Bakar
Shiddiq, sehari sesudah Abu Bakar masuk Islam.
Waktu itu beliau menemui Rasulullah
saw. bersama-sama dengan Abdur Rah man
bin Auf, Utsman bin Mazhun dan Arqam bin Abi
Arqam untuk mengucapkan syahadat di hadapan beliau. Karena itu mereka tercatat
sebagai tiang-tiang pertama dalam pembangunan mahligai Islam yang agung dan
indah.
Dalarn kehidupannya sebagai muslim,
Abu Ubaidah mengalami masa penindasan yang keras dan kaum Quraisy terhadap kaum
muslimin di Makkah, sejak permulaan sampai akhir.
Dia turut menderita bersama-sama
kaum muslimin yang mula-mula, merasakan tindakan kekerasan, kesulitan dan
kesedihan, yang tak pernah dirasakan oleh pengikut agama-agama lain di muka
bumi ini. Walaupun beqitu, dia tetap teguh menerima segala macam cobaan. Dia
tetap setia dan membenarkan Rasulullah pada setiap situasi dan kondisi yang
berubah-ubah. Bahkan ujian yang dialami Abu Ubaidah dalam perang Badar,
melebihi segala macam kekerasan yang pernah kita alami. Abu Ubaidah turut
berperang dalam perang Badar.
Dia menyusup ke barisan musuh tanpa
takut mati Tetapi tentara berkuda kaum musyrikin menghadang dan menge jarnya kemana dia lari. Terutama seorang
laki-laki, mengejar Abu Ubaidah dengan sangat beringas kemana saja. Tetapi Abu
Ubaidah selalu menghindar dan menjauhkan diri untuk bertarung dengan orang itu.
Orang itu tidak mau berhenti
mengejarnya. Setelah lama berputar-put akhirnya Abu Ubaidah terpojok. Dia
waspada menunggu orang yang mengejarnya. Ketika orang itu tambah dekat kepadanya,
dalam posisi yang sangat tepat, Abu Ubaidah mengayunkan pedangnya tepat di
kepala lawan. Orang itu jatuh terbanting dengan kepala belah dua. Musuh itu
tewas seketika dihadapan Abu Ubaidah. Siapakah lawan Abu Ubaidah yang sangat
beringas itu? Di atas telah dikatakan, tindak kekerasan terhadap kaum muslirnin
telah melampaui batas. Mungkin Anda ternganga bila mengetahui musuh yang tewas
di tangan Abu Ubaidah itu tak lain ialah "Abdullah bin Jarrah" ayah
kandung Abu Ubaidah. Abu Ubaidah tidak membunuh bapaknya. Tetapi membunuh
kemuysrikan yang bersarang dalam pribadi bapaknya.
Orang yang mendapat gelar
kepercayaan umat Muhammad" ini ternyata menarik perhatian orang-orang
besar, bagaikan besi berani menarik logam di sekitarnya. Muhammad bin Jafar
menceritakan, "Pada suatu ketika para
utusan kaum Nasrani datang menghadap kepada Rasulullah. Kata mereka, "Ya,
Aba Qasim! Kirimlah bersama kami
seorang sahabat Anda yang Anda pandang cakap menjadi hakim tentang harta yang
menyebabkan kami berselisih sesama kami. Kami senang menerima putusan yang
ditetapkan kaum muslimin." Jawab Rasulullah, Datanglah nanti petang, saya
akan mengirimkan bersama kalian "orang kuat yang terpercaya" Kata
Umar bin Khaththab, "Saya pergi shalat Zhuhur lebih cepat dan biasa. Saya
tidak ingin tugas itu diserahkan kepada orang lain, karena saya ingin
mendapatkan gelar "orang kuat terpercaya".
Sesudah selesai shalat Zhuhur,
Rasulullah menengok ke kanan dan ke kiri. Saya agàk menonjolkan diri supaya
Rasulullah melihat saya. Tetapi beliau tidak melihat lagi kepada kami. Setelah
beliau melihat Abu Ubaidah bin Jarrah, beliau memanggil seraya berkata
kepadanya, Pergilah engkau bersama mereka. Adili dengan baik perkara yang mereka
perselisihkan." Maka pergilah Abu Ubaidah dengan para utusan Nasrani
tersebut, menyandang gelar "orang kuar yang terpercaya".
Abu Ubaidah bukanlah sekedar orang
kepercayaan semata-mata. Bahkan dia seorang yang berani memikul kepercayaan
yang dibebankan kepadanya. Keberan itu ditunjukkannya dalam berbagai peristiwa
dan tugas yang dipikulkan kepadanya. Pada suatu hari Rasulullah saw. mengirim
satu pasukan yang terdiri dari para
sahabat untuk menghadang kafilah Quraisy. Beliau mengangkat Abu U,baidah
menjadi kepala pasukan, dan membekali mereka hanya dengan sekarung kurma. Tidak
lebih dari itu. Karena itu Abu Ubaidah membagi-bagikan kepada para prajuritnya
sehari sebuah kurma bagi seorang.
Mereka mengulum kurma itu seperti menghisap
gula-gula. Sesudah itu mereka minum. Hanya begitu mereka makan untuk beberapa hari. Waktu kaum muslimin
kalah dalam perang Uhud, kaum musyrikin sedemikian bernapsu ingin membunuh
Rasulullah saw. Waktu itu, Abu Ubaidah termasuk sepuluh orang yang selalu
membentengi Rasulullah. Mereka mempertaruhkan dada mereka ditembus panah kaum
musyrikin, demi keselamatan Rasulullah saw. Ketika pertempuran telah usai,
sebuah taring Rasulullah ternyata patah. Kening beliau luka, dan di pipi beliau
tertancap dua mata rantai baju besi beliau. Abu Bakar menghampiri Rasulullah
hendak mencabut kedua mata rantai itu dan pipi beliau. Kata Abu Ubaidah,
"Biarlah saya yang mencabut nya!" Abu Bakar menyilakan Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah kuatir kalau Rasulullah kesakitan bila dicabutnya dengan tangan.
Maka digigitnya mata rantai itu kuat-kuat de ngan giginya lalu ditariknya.
Setelah mata rantai itu tercabut, gigi Abu Ubaidah tanggal satu. Kernudian
digigit nya pula mata rantai yang sebuah lagi. Setelah tercabut, gigi Abu
Ubaidah tanggal pula sebuah lagi. Kata Abu Bakar, "Abu Ubaidah orang
ompong yang paling cakap."
Abu Ubaidah selalu mengikuti
Rasulullah berperang dalam setiap peperangan yang dipimpin beliau, sampai
beliau wafat. Dalam musyawarah pemilihan Khalifah yang pertama (Yaumu
s-saqifah), Umar bin Khaththab mengulurkan tangannya kepadà Abu Ubaidah seraya
berkata, "Saya memilih Anda dan bersumpah setia dengan Anda. Karena saya
pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:. "Sesungguhnya tiap-tiap ummat
mempunyai orang dipercayai. Orang yang paling dipercaya dan ummat ini adalah
Anda (Abu Ubaidah)." Jawab Abu Ubaidah, "Saya tidak mau mendahului
orang yang pernah disuruh Rasulullah untuk mengimami kita shalat sewaktu beliau
hidup (Abu Bakar). walaupun sekarang beliau telah wafat, marilah kita imamkan
juga dia." Akhfrnya mereka sepakat memilih Abu Bakar inenjadi Khalifah
Pentama, sedangkan Abu Ubaidah menjadi penasihat dan pembantu utama bagi
Khalifah. Setelah Abu Bakar, jabatan khalifah pindah ke tangan Umar bin
Khatthab Al Faruq. Abu Ubaidah selalu dekat dengan Umar dan tidak pernah
membangkang perintahnya, kecuali sekali. Tahukah Anda, perintah Khalifah Umar
yang bagaimanakah yang tidak dipatuhi Abu Ubaidah? Peristiwa itu terjadi ketika
Abu Ubaidah bin Jarrah memimpin tentara muslimin menaklukkan wilayah Syam
(Syria).
Dia berhasil rnemperoleh kemenangan
demi ke menangan berturut-turut, sehingga seluruh wilayah Syam takluk ke bawah
kekuasaannya sejak dan tepi sungai Furat di sebelah Timur sampai ke Asia Kecil
di sebelah Utara Sementara itu, di negeri Syam berjangkit penyakit menular
(Thaun) yang amat berbahaya, yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga
korban berjatuhan. Khalifah Umar datang dan Madinah , sengaja hendak menemui
Abu Ubaidah. Tetapi Umar tidak dapat masuk kota karena penyakit yang sedang
mengganas itu. Lalu Umar menulis surat kepada Abu Ubaidah sebagai berikut:
"Saya sangat penting bertemu dengan Saudara. Tetapi saya tidak dapat
menemui Saudara karena wabak penyakit sedang berjangkit dalam kota. Karena itu
bila surat ini sampai ke tangan Saudara malarn hari, saya harap Saudara
berangkat menemui saya di luar kota sebelum Subuh. Dan bila surat ini sampai ke
tangan siang hari, saya harap Saudara berangkat sebelum hari petang."
Setelah surat Khalifah tersebut
dibaca Abu Ubaidah, dia berkata, "Saya tahu maksud Amirul Muminin
memanggil saya. Beliau ingin supaya saya menyingkir dari pe nyakit yang
berbahaya ini." Lalu dibalasnya surat Khalifah, katanya; "Ya, Amirul
Muminin! Saya mengerti maksud Khalifah memanggil saya. Saya berada di
tengah-tenciah tentara muslimin, sedang bertugas memimpin mereka. Saya tidak
ingin meninggalkan mereka dalam bahaya yang mengancam hanya untuk menyelamatkan
diri sendiri. Saya tidak ingin berpisah dengan mereka, sehingga Allah memberi
keputusan kepada kami semua (selamat atau binasa). Maka bila surat ini sampai
ke tangan Anda, maafkanlah saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda, dan beri
izinlah saya untuk tetap tinggal bersama-sama mereka."
Setelah Khalifah Umar selesai
membaca surat tersebut, beliau menangis sehingga air matanya meleleh ke
pipinya. Karena sedih dan terharu melihat Umar menangis, maka orang yang
disamping beliau bertanya, "Ya, Arniral Mu minin! Apakah Abu Ubaidah
wafat?" "Tidak!" jawab Umar. "Tetapi dia berada di ambang
kematian." Dugaan Khalifah tersebut tidak salah. Karena tidak lama sesudah
itu Abu Ubaidah terserang wabak yang sangat berbahaya. Sebelum kematiannya Abu
Ubaidah berwasiat kepada seluruh prajuritnya: "Saya berwasiat kepada Anda
sekalin. Jika wasiat ini kalian terima dan laksanakan, kalian tidak akan sesat
dari jalan yang baik, dan senantiasa berada dalam bahagia. "Tetaplah
menegakkan shalat. Laksanakan puasa Ramadhan. Bayar sedekah (zakat). Tunaikan
ibadah haji dan umrah. Hendaklah kalian saling menasihati sesama ka lian.
Nasihati pemerintah kalian, jangan dibiarkan mereka tersesat. Dan janganlah
kalian tergoda oleh dunia. Walaupun seseorang bisa berusia panjang sarnpai
senibu tahun, namun akhinnya dia akan menjumpai kematian seperti yang kalian
saksikan ini. "Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…
" Kemudian dia menoleh kepada
Muadz bin Jabal. Katanya, "Hai, Muadz! Sekarang engkau menjadi Imam
(Panglima)!" Tidak lama kemudian, ruhnya yang suci berangkat ke
rahmatullah. Dia telah tiada di dunia fana. Jasadnya tidak lama pula habis
dimakan masa. Tetapi amal pengorbanannya akan tetap hidup selama-lamanya. Muadz
bin Jabal berdiri di hadapan jamaahnya, lalu dia berpidato:
"Ayyuhannaas! (Hai sekalian
manusia!) Kita semua sama-sama merasa sedih kehilangan dia (Abu Ubaidah). Demi
Allah! Saya tidak melihat orang yang lapang dada melebihi dia. Saya tidak
melihat orang yang lebih jauh dan kepalsuan, selain dia. Saya tidak tahu; kalau
ada orang yang lebih menyukai kehidupan akhirat melebihi dia. Dan saya tidak
tahu, kalau ada orang yang suka memberi nasihat kepada umum melebihi dia.
Karena itu marilah kita memohon rahmat Allah baginya, semoga Allah melimpahkan
rahmat-Nya pula kepada kita semua.
SAID BIN
AMIR AL JUMAHY, termasuk seorang pemuda di antara
ribuan orang yang
pergi ke Tanim, di luar kota Makkah. Mereka berbondong-bondong ke sana, dikerahkan
para pemimpin Quraisy untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman mati terhadap
Khubaib bin Ady, yaitu seorang sahabat Nabi yang mereka jatuhi hukuman tanpa alasan.
Dengan semangat muda yang menyala-nyala, Said maju menerobos orang banyak yang berdesak-desakan. Akhirnya dia sampai ke depan, sejajar dengan tempat duduk orang-orang penting, seperti Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah dan lain-lain.
Kaum kafir Quraisy sengaja mempertontonkan tawanan mereka dibelenggu. Sementara para wanita, anak anak dan pemuda, menggiring Khubaib ke lapangan maut. Mereka ingin membalas dendam terhadap Nabi Muhammad saw., serta melampiaskan sakit hati atas kekalahan mereka dalam perang Badar.
Ketika tawanan yang mereka giring sampai ke tiang salib yang telah disediakan, Said mendongakkan kepala melihat kepada Khubaib bin Ady. Said mendengar suara Khubaib berkata dengan mantap, "Jika kalian bolehkan, saya ingin shalat dua rakaat sebelum saya kalian bunuh…."
Dengan semangat muda yang menyala-nyala, Said maju menerobos orang banyak yang berdesak-desakan. Akhirnya dia sampai ke depan, sejajar dengan tempat duduk orang-orang penting, seperti Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah dan lain-lain.
Kaum kafir Quraisy sengaja mempertontonkan tawanan mereka dibelenggu. Sementara para wanita, anak anak dan pemuda, menggiring Khubaib ke lapangan maut. Mereka ingin membalas dendam terhadap Nabi Muhammad saw., serta melampiaskan sakit hati atas kekalahan mereka dalam perang Badar.
Ketika tawanan yang mereka giring sampai ke tiang salib yang telah disediakan, Said mendongakkan kepala melihat kepada Khubaib bin Ady. Said mendengar suara Khubaib berkata dengan mantap, "Jika kalian bolehkan, saya ingin shalat dua rakaat sebelum saya kalian bunuh…."
Kemudian Said melihat Khubaib
menghadap ke kiblat (Kabah). Dia
shalat dua rakaat. Alangkah bagus dan sempurna shalatnya itu. Sesudah shalat,
Khubaib menghadap kepada para pemimpin Quraisy seraya berkata, "Demi
Allah! Seandainya kalian tidak akan menuduhku melama-lamakan shalat untuk
melambat-lambatkan waktu karena takut mati, niscaya saya akan shalat lebih
banyak lagi." Mendengar ucapan Khubaib tersebut, Said melihat para pemimpin
Quraisy naik darah, bagaikan hendak mencincang-cincang tubuh Khubaib hidup
hidup.
"Saya tidak ingin
bersenang-senang dengan isteri dan anak-anak saya, sementara Muhammad tertusuk
duri….," jawab Khubaib mantap.
"Bunuh dia…! Bunuh dia…!"
teriak orang banyak.
Said melihat Khubaib telah dipakukan
ke tiang salib. Dia mengarahkan pandangannya ke langit sambil mendoa, "Ya,
Allah! Hitunglah jumlah mereka! Hancurkanlah mereka semua. Jangan disisakan
seorang pun!"
Tidak lama kemudian Khubaib
menghembuskan nafasnya yang terakhir di tiang salib. Sekujur tubuhnya penuh dengan
luka-luka karena tebasan pedang dan tikaman tombak yang tak terbilang
jumlahnya.
Kaum kafir Quraisy kembali ke Makkah
biasa-biasa saja. Seolah-olah mereka telah melupakan peristiwa maut yang
merenggut nyawa Khubaib dengan sadis. Tetapi Said bin Amir Al-Jumahy yang baru
meningkat usia remaja tidak dapat melupakan Khubaib walau sedetikpun. Sehingga
dia bermimpi melihat Khubaib menjelma di hadapannya. Dia seakan-akan melihat
Khubaib shalat dua rakaat dengan khusyu dan tenang di bawah tiang salib. Seperti
terdengar olehnya rintihan suara Khubaib mendoakan kaum kafir Quraisy. Karena
itu Said ketakutan kalau-kalau Allah swt. segera mengabulkan doa Khubaib,
sehingga petir dan halilintar menyambar kaum Quraisy.
Keberanian dan ketabahan Khubaib
menghadapi maut mengajarkan pada Said beberapa hal yang belum pernah
diketahuinya selama ini.
Pertama, hidup yang sesungguhnya
ialah hidup berakidah (beriman); kemudian berjuang mempertahankan akidah itu
sampai mati.
Kedua, iman
yang telah terhunjam dalam di hati seorang dapat menimbulkan hal-hal yang ajaib
dan luar biasa.
Ketiga, orang yang paling dicintai
Khubaib ialah sahabatnya, yaitu seorang Nabi yang dikukuhkan dari langit.
Sejak itu Allah swt. membukakan hati
Said bin Amir untuk menganut agama Islam. Kemudian dia berpidato di hadapan
khalayak ramai, menyatakan: alangkah bodohnya orang Quraisy menyembah berhala.
Karena itu dia tidak mahu terlibat dalam kebodohan itu. Lalu dibuangnya
berhala-hala yang dipujanya selama ini. Kemudian diumumkannya bahwa mulai sa at
itu dia masuk Islam.
Tidak lama sesudah itu, Sa id
menyusul kaum muslimin hijrah ke Madinah.
Di sana dia senantisasa mendampingi Nabi s.a.w. Dia ikut berperang bersama
beliau, mula mula dalam peperangan Khaibar. Kemudian dia selalu turut berperang
dalam setiap peperangan berikutnya.
Setelah Nabi saw. berpulang ke
rahmatullah, Said tetap menjadi pembela setia Khalifah Abu Bakar dan Umar. Dia
menjadi teladan satu-satunya bagi orang orang mumin yang membeli kehidupan
akhirat dengan kehidupan dunia. Dia lebih
mengutamakan keridhaan Allah dan pahala daripada-Nya di atas segala keinginan
hawa nafsu dan kehendak jasad.
Kedua Khalifah Rasulullah, Abu Bakar
dan Umar bin Khaththab, mengerti bahwa ucapan-ucapan Said sangat berbobot, dan
taqwanya sangat tinggi. Karena itu keduanya tidak keberatan mendengar dan
melaksanakan nasihat-nasihat Sa id.
Pada suatu hari di awal pemerintahan
Khalifah Umar bin Khaththab, Said datang
kepadanya memberi nasihat.
Kata
Said, "Ya Umar! Takutlah kepada Allah dalam memerintah manusia. Jangan
takut kepada manusia dalam menjalankan agama Allah! Jangan berkata berbeda
dengan perbuatan. Karena sebaik-baik perkataan ialah yang dibuktikan dengan
perbuatan.
Hai Umar! Tunjukanlah seluruh
perhatian Anda kepada urusan kaum muslimin baik yang jauh maupun yang dekat.
Berikan kepada mereka apa yang Anda dan keluarga
sukai. Jauhkan dari mereka apa-apa yang Anda dan keluarga Anda tidak sukai.
Arahkan semua karunia Allah kepada yang baik. Jangan hiraukan cacian
orang-orang yang suka mencaci."
"Siapakah yang sanggup
melaksanakan semua itu, hai Said?" tanya
Khalifah Umar.
"Tentu orang seperti Anda!
Bukankah Anda telah dipercayai Allah memerintah ummat Muhammad ini? Bukankah antara Anda dengan Allah tidak ada lagi suatu
penghalang?" jawab Said meyakinkan.
Pada suatu ketika Khalifah Umar
memanggil Said untuk diserahi suatu jabatan dalam pemerintahan.
"Hai Said! Engkau kami angkat menjadi Gubernur di Himsh!"
kata Khalifah Umar.
"Wahai Umar! Saya memohon
kepada Allah semoga Anda tidak mendorong saya condong kepada dunia," kata Said.
"Celaka Engkau!" balas
Umar marah. "Engkau pikulkan beban pemerintahan ini di pundakku, tetapi
kemudian Engkau menghindar dan membiarkanku repot sendiri."
"Demi Allah! Saya tidak akan
membiarkan Anda," jawab Said.
Kemudjan Khalifah Umar melantik Sa
Id menjadi Gubernur di Himsh.
Sesudah pelantikan, Khalifah Umar
bertanya kepada Said, "Berapa gaji yang Engkau inginkan?"
"Apa yang harus saya perbuat
dengan gaji itu, ya Amirul Muminin?" jawab Said balik bertanya.
"Bukankah penghasilan saya dan Baitul Mal sudah cukup?"
Tidak berapa lama setelah Sa id
memerintah di Himsh, sebuah delegasi datang
menghadap Khalifah Umar di Madinah. Delegasi itu terdiri dari penduduk Hims
yang ditugasi Khalifah mengamat-amati jalannya pemerintahan di Himsh.
Dalam pertemuan dengan delegasi
tersebut, Khalifah Umar meminta daftar fakir miskin Himsh untuk diberikan
santunan. Delegasi mengajukan daftar yang diminta Khalifah. Di dalam daftar
tersebut terdapat nama-nama si Fulan, dan nama Said bin Amir Al-Jumahy.
Ketika Khalifah meneliti daftar
tersebut, beliau menemukan nama Said bin Amir Al-Jumahy. Lalu beliau bertanya
"Siapa Sa id bin Amir yang kalian cantumkan ini?"
"Gubernur kami! "jawab
mereka.
"Betulkah Gubernur kalian
miskin?" tanya khalifah heran.
"Sungguh, ya Amiral Muminin!
Demi Allah! Sering kali di rumahnya tidak kelihatan tanda-tanda api menyala
(tidak memasak),"jawab mereka meyakinkan.
Mendengar perkataan itu, Khalifah
Umar menangis, sehingga air mata beliau meleleh membasahi jenggotnya. Kemudian
beliau mengambil sebuah pundi-pundi berisi uang
seribu dinar.
"Kembalilah kalian ke Himsh.
Sampaikan salamku kepada Gubernur Said bin Amir. Dan uang ini saya kirim kan untuk beliau, guna meringankan
kesulitan-kesulitan rumah tangganya" ucap
Umar sedih.
Setibanya di Himsh, delegasi itu
segera menghadap Gubernur Said, menyampaikan salam dan uang kiriman Khalifah
untuk beliau Setelah Gubernur Sa id melihat pundi-pundi berisi uang dinar,
pundi-pundi itu dijauhkannya dari sisinya seraya berucap, inna lilahi wa inna
ilaihi rajiun. (Kita milik Allah, pasti kembali kepada Allah)."
Mendengar ucapannya itu, seolah-olah
suatu mara bahaya sedang menimpanya. Kerana itu isterinya segera menghampiri
seraya bertanya, "Apa yang terjadi, hai Sa Id? Meninggalkah Amirul Mu
minin?"
"Bahkan lebih besar dan
itu!" jawab Said sedih. "Apakah tentara muslimin kalah
berperang?" tanya Isterinya pula.
"Jauh lebih besar dari
itu!" jawab Said tetap sedih. Apa pulakah gerangan yang Iebih dari
itu?" tanya isterinya tak sabar.
Dunia telah datang untuk merusak
akhiratku. Bencana telah menyusup ke rumah
tangga kita, jawab Said mantap.
"Bebaskan dirimu daripadanya!
" kata isteri Said memberi semangat, tanpa mengetahui perihal adanya pundi
pundi uang yang dikirimkan Khalifah Umar untuk pribadi suaminya.
"Maukah Engkau menolongku
berbuat demikian?" tanya Sa id.
Tentu…;! "jawab isterinya
bersemangat.
Maka Said mengambil pundi-pundi uang
itu, lalu disuruhnya isterinya membagi-bagi kepada fakir miskin.
Tidak berapa lama kemudian, Khalifah
Umar berkunjung ke Syria, menginspeksi pemerintahan di sana. Dalam kunjungannya
itu beliau menyempatkan diri singgah di Himsh. Kota Himsh pada masa itu dinamai
orang pula "Kuwaifah (Kufah kedil)", karena rakyatnya sering melapor
kepada pemerintah pusat dengan keemahan-kelemahan Gubernur mereka, persis
seperti kelakuan masyarakat Kufah.
Tatkala Khalifah singgah di sana,
rakyat mengelu-elukan beliau, mengucapkan Selamat
Datang.
Khalifah bertanya kepada rakyat,
"Bagaimana penilaian Saudara-Saudara terhadap kebijakan Gubernur.
"Ada empat macam kelemahan yang
hendak kami laporkan kepada Khalifah," jawab rakyat.
"Saya akan pertemukan kalian
dengan Gubernur kalian," jawab Khalifah Umar sambil mendoa: "Semoga
sangka baik saya selama ini kepada Said bin Amir tidak salah."
Maka tatkala semua pihak—yaitu
Gubernur dan masyarakat—telah lengkap berada di hadapan Khalifah, beliau
bertanya kepada rakyat, "Bagaimana laporan saudara-saudara tentang
kebijakan Gubernur Saudara-saudara?"
Pertanyaan Khalifah dijawab oleh
seorang Juru Bicara.
Pertama: Gubernur selalu tiba di
tempat tugas setelah matahari tinggi.
"Bagaimana tanggapan Anda
mengenai laporan rakyat Anda itu, hai Sa id?" tanya Khalifah.
Gubernur Said bin Amir Al-Jumahy
diam sejenak. Kemudian dia berkata: "Sesungguhnya saya keberatan
menanggapinya. Tetapi apa boleh buat.. Keluarga saya tidak mempunyai pembantu.
Karena itu tiap pagi saya terpaksa turun tangan membuat adonan roti lebih
dahulu untuk mereka. Sesudah adonan itu asam (siap untuk dimasak), barulah saya
buat roti. Kemudian saya berwudhu. Sesudah itu barulah saya berangkat ke tempat
tugas untuk melayani masyarakat."
"Apa lagi laporan
Saudara-saudara?" tanya Khalifah kepada hadirin.
Kedua, Gubernur tidak bersedia melayani
kami pada malam hari."
"Bagaimana pula tanggapan Anda
mengenai itu, hai Said?" tanya khalifah.
" Ini sesungguhnya lebih berat
bagi saya menanggapinya, terutama di hadapan umum seperti ini," kata Sa
id. "Saya telah membagi waktu saya, siang hari untuk melayani masyarakat,
malam hari untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah," lanjut Sa
id
"Apa lagi," tanya Khalifah
kepada hadirin.
Ketiga: Gubernur tidak masuk kantor
sehari penuh dalam sebulan.
"Bagaimana pula tanggapan Anda,
hai Said?" tanya Khalifah Umar.
"Sebagaimana telah saya
terangkan tadi, saya tidak mempunyai pembantu rumah tangga. Di samping itu saya
hanya memiliki sepasang pakaian yang melekat di badanku ini. Saya mencucinya
sekali sebulan. Bila saya mencucinya, saya terpaksa menunggu kering lebih
dahulu. Sesudah itu barulah saya dapat keluar melayani masyarakat," ucap
Said.
Nah, apa lagi laporan
selanjutnya?" tanya Khalifah.
Keempat: Sewaktu-waktu Gubernur
menutup diri untuk bicara. Pada saat-saat seperti itu, biasanya beliau pergi meninggalkan
majlis."
"Silakan menanggapi, hai
Gubernur Said!" kata Khali fah Umar.
"Ketika saya masih musyrik
dulu, saya pernah menyaksikan almarhum Khubaib bin Ady dihukum mati oleh kaum
Quraisy kafir. Saya menyaksikan mereka menyayat-nyayat tubuh Khubaib berkeping-keping.
Pada waktu itu mereka bertanya mengejek Khubaib, "Sukakah engkau si
Muhammad menggantikan engkau, kemudian engkau kami bebaskan?"
Ejekan mereka itu dijawab oleh
Khubaib, "Saya tidak ingin bersenang-senang dengan isteri dan anak-anak
saya, sementara Nabi Muhammad tertusuk duri …"
Demi Allah…!" kata Said.
"Jika saya teringat akan peristiwa , di waktu mana
saya membiarkan Khubaib tanpa membelanya sedikit jua pun, maka saya merasa,
bahwa dosaku tidak akan diampuni Allah swt."
Segala puji bagi Allah yang tidak
mengecewakanku," kata Khalifah U mar mengakhiri dialog itu.
Sekembalinya ke Madinah, Khalifah
Umar mengirimi Gubernur Said seribu dinar untuk memenuhi kebutuhannya.
Melihat jumlah uang sebanyak itu,
isterinya berkata kepada Sajd, "Segala puji bagi Allah yang mencukupi kita
berkat pengabdianmu. Saya ingin uang ini kita pergunakan untuk membeli bahan
pangan dan kelengkapan-kelengkapan lain-lain. Dan saya ingin pula menggaji
seorang pembantu rumah tangga untuk kita."
"Adakah usul yang lebih baik
dari itu?" tanya Said kepada isterinya.
"Apa pulakah yang lebih baik
dari itu? " jawab isterinya balik bertanya.
"Kita bagi-bagikan saja uang
ini kepada rakyat yang membutuhkannya. Itulah yang lebih baik bagi kita,"
jawab Said.
"Mengapa….?" tanya
isterinya.
Dengan begitu berarti kita
mendepositokan uang ini kepada Allah. Itulah cara yang lebih baik," kata
Said.
"Baiklah kalau begitu,"
kata isterinya. "Semoga kita dibalasi Allah dengan balasan yang paling
baik."
Sebelum mereka meninggalkan majlis,
uang itu dimasukkan Sa Id ke dalam beberapa pundi, lalu diperintah kannya
kepada salah seorang keluarganya:
Pundi ini berikan kepada janda si
Fulan. Pundi ini kepada anak yatim Si Fulan. ini kepada si Fulan yang miskin…
dan seterusnya."
Semoga Allah swt. meridhai Said bin
Amir Al-Jumahy. Dja telah membeli akhirat dengan menghindari godaan kemewahan
dunia, dan mengutamakan keridhaan Allah serta pahala yang berlipat ganda di
akhirat, lebih dan segala-galanya. Amin!!!.8. ZUBAIR BIN AWWAM (PEDANG PERTAMA UMAT ISLAM)
Ia ahli menunggang kuda dan memiliki
keberanian sejak kecil. Sejarah menyebutkan bahwa pedang pertama yang
dihunuskan untuk membela islam adalah pedangnya. Pada waktu perang badar, dia
memekai kain kafan sebgai ikat kepala. Dia sendiri pada waktu itu berada di
barisan sebelah kanan. Para malaikat telah turun persis dengan tanda-tanda yang
dia miliki. Dia juga tetap setia bersama-sama dengan Rasulullah SAW pada perang
uhud dan berbaiat beliau untuk syahid. Di masa awal, saat jumlah kum muslimin
masih sedikit dan masih bermarkas di rumah arqam, terdengar berita bahwa
rasulullah terbunuh. Dia langsung menghunus pedang lalu berkeliling kota mekkah
laksana tiupan angin kencng, padahal usianya masih muda belia.
Yang pertama kli dilakukannya adalah
mencari kebenaran berita tersebut. Seandainya berita itu benar, ia bertekad
menggunakan pedangnya untuk memenggal semua kepala orang-orang kafir quraisy
atau ia sendiri yang gugur. di satu tempat, di bagian kota mekkah yang agak
tinggi, ia bertemu Rasulullah. Rasulullah menanyakan maksudnya. Ia menceritakan
berita yang I dengar dan menceritakan tekadnya. Maka, rasulullah kemudian
berdoa agar dia selalu diberi kebaikan dan pedangnya selalu diberi kemenangan.
Dia adalah Abu Abdillah az-Zubair
bin Awwam bin Khuwailid bis asad bin abdil Uzza bin Qushai bin kilab, kita
mengenalnya sebagai Zubair bin Awwam. Ibunya bernama shafiyah binti Abdul
Muthalib, bibi Rasulullah. Az-Zubair sendiri tergolong pemeluk agama islam
pertama, yaitu ketika berusia 8 tahun.
Ketika paman Zubair mengetahui
keislaman Zubair, sang paman pun memasukkan tubuh Zubair ke dalm lipatan tikr
yang terbuat dari dedaunan, lalu menyalakan api di bawah gulungan tikar
tersebut hingga asp tebal pun naik keatas. Hal ini menyebabkan Zubair hampir
meninggal dunia karena merasa sesak nafas. Akan tetapi, dia tidak akan pernah
kembali kedalam ‘api’ kekufuran sete;lh di dibina di dalm surga ‘iman’. Maka,
api yang telah dinyalakan oleh sang paman
itu pun terasa olehnya seperti sebuah naungan yang menaunginya. Sungguh,
cahaya iman telah menerangi hatinya, sehingga dia pun tidak lagi peduli lagi
dengan berbagai penderitaan dan siksaan yang dihadapinya saat berjuang dijlan
ALLAH SWT.
Saat perang khandaq, kondisi kaum
muslimin sangat buruk, karena pengepungan yang dilakukan terhadap mereka sangat
ketat, juga karena penghinatan bani Quraidhah. Karena, rasulullah berseru
kepada kaum muslimin, ‘Siapa yang akan pergi ke bani quraidhah untuk memerangi
mereka?’. Melihat situasi yang menakutkan ini, tidak ada seorang pun dri kaum
muslimin yang mau keluar untuk memerangi mereka. Saat itu Zubair berdiri, lalu
berkata, ‘Akulh yang akan keluar, Wahai Rsulullah!’
Rasulullah mengulangi serunnya itu,
tetapi tidak ada seorang pun yang mau keluar, kecuali Zubair. Maka Rasulullah
bersabda, ‘Demi ayah dan ibuku, sesungguhnya setiap nabi mempunyai Hawari (
pengikut setia) dan hawariku adalah Zubair. Sejak sat itu Zubair pun menjadi
hawari ( pengikut setia) Rasulullah SAW.
Kaum muslimin telah mengetahui
betapa besarnya pengorbanan dan perjuangan Zubair. Bhkan salah seorang kaum
muslimin pernah berkata, ‘Sungguh aku telah melihat dada Zubair, dan sungguh
pada dada Zubair terdpat goresan-goresan akibat sebetan pedang dan tusukan
tombak yang menyerupai aliran-aliran air." Dan Rasulullah menjadikan Zubair sebagai tetangganya di Surga.
0 komentar:
Posting Komentar